Stay home ya

*Sekalipun tidak tertular Covid-19, pandemi sudah merubah proses kimiawi di jaringan saraf kita semua*
Hasil penelitian yang dilakukan atas kerjasama antara tim dari China dan Inggris menunjukkan bahwa seseorang telah tertular atau yang belum tertular Covid-19, pandemi telah mengubah proses kimiawi saraf otaknya.  
Namun bagi penderita maupun bukan, isolasi pandemi dan kekhawatiran yang ditimbulkannya dapat mengubah secara kimiawi pada otak yang menyebabkan gangguan suasana hati seperti kecemasan atau depresi.
_Perubahan Fisiologis_
Para peneliti telah mempelajari bahwa dampak Covid-19 tidak sekedar menimbulkan masalah pernapasan, namun ia mampu menyebabkan masalah neurologis yang serius.
Para peneliti menemukan bahwa virus telah mampu mengubah kadar bahan kimia _dopamin_ dan _serotonin_. Kedua bahan kimia di otak ini bertanggung jawab atas kesenangan, motivasi, dan perilaku.  
Perubahan kedua bahan kimia ini bertanggung jawab atas perubahan suasana hati, kelelahan, dan kemampuan kognitif yang dilaporkan oleh pasien.  Gejala tersebut mendasari kemunculan stress, kecemasan dan depresi yang banyak dialami.
_Perubahan Psikologis_
Kesedihan karena kehilangan orang yang dicintai, rasa tak berdaya dan kekhawatiran yang berlebihan atas kemungkinan tertular atau bahkan yang turut menyebarkan Covid-19 ke anggota keluarga atau kolega lain semuanya adalah pemicu stres signifikan yang secara kolektif dapat berkontribusi pada peningkatan gejala depresi dan kecemasan.  
Jarak sosial untuk memerangi wabah Covid-19 akan memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan. Contohnya, perasaan terisolasi, kesepian, perubahan mendadak pada kebiasaan sehari-hari, pengangguran dan ketidakamanan finansial. 
Ini  semuanya telah dicirikan sebagai faktor risiko untuk gangguan depresi dan pasca-trauma mayor, efek ini berpotensi bertahan lama secara fisiologi pada fungsi otak.  
Teknik _neuroimaging_ memperlihatkan bahwa kekhawatiran dan ketakutan kronis akan akan berakibat pada pengurangan aktivitas korteks prefrontal otak dan akan merusak neuron, mengecilkan area otak, dan merusak pemikiran.  
Selain itu, gejala neurologis dan kejiwaan, termasuk psikosis dan gejala mirip demensia neurokognitif telah teramati pula pada beberapa pasien Covid-19.
Apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi dampak negatif dari perubahan proses kimiawi saraf otak? 
Ini kabar baiknya. Para ahli saraf telah menunjukkan melalui *fMRI* (pencitraan resonansi magnetik fungsional) bahwa otak manusia bersifat lentur (plastis).  
Masing-masing diri kita memiliki pilihan untuk mengesampingkan reaksi ketakutan otomatis yang terprogram di otak kita. Kemampuan bawaan yang disebut neuroplastisitas memungkinkan seseorang menggunakan akalnya untuk mampu berpikir guna mengubah struktur dan fungsi otaknya.  
Neuroplastisitas menjamin bahwa arsitektur pikiran seseorang tidak pernah berhenti.  Ia tidak harus terjebak terus oleh badai pandemi di tubuhnya (frustrasi, cemas, khawatir).  
Setiap orang dibekali potensi untuk merekayasa ulang otaknya sendiri dan menenangkan diri sendiri dari kekhawatiran dan ketakutan spontan. Ini semua karena otak memiliki kemampuan untuk mengubah strukturnya sendiri.  
Penelitian ini dilakukan atas kerjasama antara _Institute of Science and Technology for Brain-inspired Intelligence, Fudan University, Shanghai_ dengan _Department of Psychiatry, School of Clinical Medicine, University of Cambridge, UK_.
Hasil penelitian telah dipublikasikan dalam bentuk makalah di jurnal *Neuropsychopharmacology Reviews*, Agustus 2020.
_Referensi:_https://www.forbes.com/sites/bryanrobinson/2020/09/12/neuroscientists-report-that-coronavirus-is-changing-our-brains-even-if-we-havent-contracted-it-7-steps-you-can-take/
_Catatan:_Tulisan ini bisa dibaca di asimplenotebook.wordpress.com

Jangan patahkan semangat orang yang berupaya melakukan (menyampaikan) kebaikan. Kalau salah koreksilah kesalahannya tanpa mematahkan semangatnya.

Jangan takut salah dalam upaya melakukan (menyampaikan) kebaikan walaupun dihujat orang tapi jangan menyengaja kesalahan.

Seorang sahabat menceritakan pengalaman pahitnya saat kuliah pada saya tentang kekesalannya terhadap mantan dosennya. Dia sakit hati dan dendam saat kuliah dimarahi dosennya dan “mengancam” dalam hati ‘Awas aku akan buktikan bahwa saatnya nanti aku akan lebih berhasil dari kamu’. Sekarang (beberapa tahun kemudian) terbukti ancaman itu benar. Saya sampaikan kepada ybs ‘bukankah kamu berhutang budi pada dosen yang membuat sakit hati untuk kebaikan masa depanmu?

Dialogue mantan pejabat dengan penerusnya (copas)
Mantan pejabat: “lihat aku lebih berhasil memimpin daripada Bapak”
Pejabat penerusnya menjawab: Saya akui Bapak lebih berhasil memimpin karena masyarakat yang Bapak pimpin waktu itu kebanyakan seperti saya sedangkan masyarakat yang saya pimpin sekarang kebanyakan seperti Bapak”

Di Barat, orang yang tidak dikenal diprasangkai sebagai orang “baik’ (husnu dzon) kecuali yang sudah terbukti ‘tidak baik’ Di Indonesia, orang yang tidak dikenal diprasangkai ‘tidak baik’ (suu dzon) kecuali yang sudah terbukti ‘baik’

‘Perbanyaklah beribadah dan berdo’a agar dekat dengan Allah, karena dengan dekat pada Allah doa kita lebih banyak dikabulkan oleh Allah termasuk doa kita agar urusan kita di dunia dipermudah penyelesaiannya’. Karena panjang ungkapan ini sering disingkat menjadi ‘perbanyaklah beribadah agar urusan kita dipermudah penyelesianya’. Ini namanya elliptical construction dengan prinsip ekonomis, yaitu ‘kalau bisa diperpendek mengapa harus diperpanjang’. Namun banyak ustadz yang gagal faham menyalahkan ungkapan ini dengan mengatakan ibadah dan doamu tdk akan mendapatkan balasan di akherat karena sudah mrndapat balasan di dunia. Wallahu a’lam

Smart, civilized, and success

Orang yang cerdas (smart) dan beradab (civilized) selalu berusaha melakukan yang baik dan benar agar hidupnya berhasil sebagai manusia yang bernilai (bermartabat). Untuk itu dia terus  mempelajari (lifelong learning) apa yang benar dan baik untuk dilakukan dan apa yang salah dan tidak baik untuk tidak dilakukan. Dia mempelajari terus sehingga mengerti (knowlegable) apa yang harus (wajib) dilakukan (++), apa yang sebaiknya (sunnah) dilakukan (+1), apa yang boleh boleh saja (mubah) dilakukan atau tidak dilakukan (0), apa yang sebaiknya tidak (makruh) dilakukan (-), dan apa yang tidak boleh (haram) dilakukan (- -). Setelah memiliki pengetahuan, dia meyakini bahwa yang wajib (++) dan sunnah (+) itu bermanfaat mengantarkan hidupnya pada kehidupan yang baik (berhasil) dan yang makruh (-) dan haram (- -) itu mengantarkan hidupnya pada kegagalan dan penyesalan. Kekuatan keyakinan itu dibuktikan dengan sumpah janji diri (commitment) untuk melaksanakan yang positive (+) dan menjaga diri tidak melakukan yang negative (-). Commitment lah yang memberi harga (martabat) seseorang. Orang yang tidak memiliki comitment untuk melakukan apa yang diyakini baik dan benar tidak memiliki martabat kemanusiaan. Begitu juga orang yang tidak memiliki commitment untuk menghindari apa yang diyakini salah dan tidak baik tidak memiliki martabat kemanusiaan. Orang orang yang telah melakukan kesalahan dan terjerumus pada kegagalan dan penyesalan bukan karena tidak tahu dan tidak yakin, tapi lebih banyak karena tidak memiliki commitment. Orang yang tidak memiliki committment untuk mencapai keberhasilan dan menghindari kegagalan dan penyesalan tidak lebih baik martabatnya dari machluq yang bukan manusia. Marilah kita jaga dan kita nilai sendiri perilaku kita semoga lebih banyak positive (+) nya sehingga kita bisa puas menjalani hidup (sebagai karunia Ilahi) yang hanya sekali ini.

================

Kontroversi sikap mematuhi atau tidak mematuhi himbauan stay home adalah karena percaya atau tidak percaya terhadap informasi adanya bahaya penularan wabah yang membahayakan kesehatan kita. Orang yang tdk percaya adanya bahaya itu atau percaya adanya bahaya itu tetapi tdk takut, atau tdk peduli (nggak ngurus) tdk akan mematuhi stay home. Subhaanallah. Kalau kita (diberi) tahu ada bahaya dalam masjid misalnya ada orang gila ngamuk membawa senjata tajam dalam masjid atau ada ular berbisa masuk masjid kita memilih mana? menghilangkan dulu bahaya itu dari masjid baru masuk masjid atau sementara masjid ditutup dulu sampe aman dari bahaya atau pilih tdk usah percaya atau tdk usah peduli dengan bahaya itu terus saja masuk masjid krn yakin takdir Allah? Karena dalam sejarah belum pernah terjadi penutupan masjid krn ada bahaya orang gila atau ada ular? Mengapa tdk mau tahu kondisi darurat? Kalau orang buta diberitahu oleh orang yg tidak buta bhw di depan ada bahaya, apa sikap orang buta itu? Kembali karena percaya pada info itu atau tdk peduli krn tdk takut dengan bahaya itu? Kalau kita perang melawan musuh yg tidak mungkin kita kalahkan dengan senjata krn senjata mrk jauh lebih kuat apakah kita mau maju terus atau mencari cara lain untuk mengalahkan musuh? Ya Allah mohon petunjukMu.

=================

Sikap terhadap informasi wabah ada dua: berdasarkan logika kuantitatif atau kualitatif. Masing masing punya dasar yang kuat dan tidak mudah berubah

Yang berlogika kuantitatif mempercayai dan membenarkan informasi adanya bahaya penularan covid19 karena informasi dan himbauan itu berasal dari mayoritas (jumhur) masyarakat pada umumnya. Logika kuantitatif percaya bahwa mengikuti mayoritas itu memiliki kemungkinan salah lebih kecil dari pada mengikuti minoritas. Yang berlogika kualitatif (biasanya minoritas) tidak sepenuhnya membenarkan informasi bahaya penyebaran covid19 karena mereka lebih percaya pada informasi yang datang dari sumber yang authoritative, yaitu yang dianggap memiliki pengetahuan yang lebih kuat. Mereka yakin yang benar itu benar bukan karena dukungan jumlah yang mengikutinya. Yang berlogika kuantitatif dengan gencar menghimbau upaya tinggal di rumah agar tidak menambah penularan covid19 sedangkan yang berlogika kualitatif tetap melakukan kegiatan seperti biasa. Wallahu a’lam. Mari kita berdoa baik yang tinggal di rumah maupun.yang tetap melakukan kerumunan semua selamat dari.penyebaran covid19o

==============

Lagi lagi salah konsep sehingga menimbulkan kehebohan konyol

Islam itu syariat universal yang memberikan prinsip dasar kehidupan yg harus dipatuhi tidak boleh dilanggar (terkait dengan mengururus dunia, prinsipnya apapun boleh kecuali yg dilarang) sedangkan implementasi dalam kehidupan adalah budaya yg diserahkan sepenuhnya pada kreasi manusia. Jadi harus dibedakan chilafah sebagai syariah (perintah Allah yg hrs dipatuhi dan tdk boleh dilanggar oleh orang yg mengaku muslim) atau chilafah sebagai budaya yg diserahkan sepenuhnya kepada kreasi manusia. Yang diperdebatkan ini chilafah syariat (subtansi) nya atau chilfah (implementasi) budayanya. Anda tdk setuju chilafah sebagai syariat berarti Anda bukan orang Islam. Chilafah sebagai budaya tdk boleh dipaksakan ke semua bangsa krn itu bersifat lokal wisdom budaya disesuaikan yg terbaik untuk contextnya) Seperti Islam Nusantara itu budaya lokal bukan syariat yg hrs dilakukan oleh semua orang Islam. Antum ta’lamuuna biumuuri dunyaakum. Kita boleh tdk setuju menyerang chilafah sebagai budaya (implementative) tetapi jangan coba coba menentang chilafah sebagai syariat (substantive) krn itu berarti menentang Allah. Mari kita perjelas yg diperbincangkan ini apa? Kalau negara ini dianggap telah melanggar prinsip chilafah yang harus diperbaiki negaranya (rumahnya) atau pemerintahnya (penghuninya)? Jangan kacau ya. Buku tersebut bukan kitab yg membahas syariat tapi membahas pemerintahan (budaya lokal sejarah masa lalu) bukan membahas Islam. Islam tdk sama dengan muslim. Kalau perilaku muslim yg salah berperang bunuh membunuh itu muslimnya bukan Islamnya. Jadi buku itu bukan sejarah (sysri’at) Islam tetapi sejarah pemerintahan (chilafah) oleh orang orang Islam.

18 April 2020

Gila ya, Ternyata dia bisa bertahan di udara.Masker oh masker..
Copast dari gwa
Para kepala sekolah dan Bapak Ibu guru ytk, Resmi dinyatakan oleh WHO bahwa covid-19 tidak lagi hanya ditularkan lewat droplet 

💧

 atau titik kecil air berisi virus dari batuk atau bersin, tetapi sekarang virus tersebut dari hasil penelitian bisa bertahan di udara, melayang-layang sampai 8 jam sesudah keluar dari tubuh penderita saat bersin atau batuk, tidak lagi butuh medium cairan utk bertahan. Di ruangan tertutup dan ber-AC, lebih lama lagi dia tahan dan lebih cepat mendarat di tubuh orang yang belum kena karena udara yang berputar di situ-situ saja. HATI-HATI di ruangan publik pakai AC. 
Maka, Bapak dan Ibu tolong kita ikuti protokol yang semakin ketat ini yaitu bahwa kalau kita keluar, biarpun tidak ke kerumunan massa, PAKAI masker dan terutama waktu KE dan DI SEKOLAH ketika ada sesuatu yang penting dikerjakan, WAJIB pakai masker utk saling melindungi satu sama lain karena *menurut WHO ada satu golongan baru dalam proses penularan wabah ini yaitu OTG, orang tanpa gejala: suhu tubuh normal, tidak batuk tapi sudah membawa virus karena daya tahan tubuhnya cukup kuat*. *Siapa di antara kita yang sempat bepergian ke wilayah zona merah atau wilayah yang sudah ada warganya positif Covid-19, bisa jadi sudah menjadi OTG*. Maka kita lindungi orang lain dari virus yang mungkin kita bawa itu. Semoga tidak ada satupun dari kita guru dan pegawai kena, sampai wabah ini tuntas diselesaikan oleh pemerintah, orang medis dan kerjasama dari kita juga, dengan mengikuti aturan atau protokol yang mungkin akan semakin ketat. Terima kasih. 
Jubir Pemerintah: Sesuai Rekomendasi WHO, Mulai Hari Ini Semua Gunakan Masker


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *