Bismillahirrahmanirrahim
Membaca di media massa berita bahwa Kepala Staf Presiden (KSP) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko memperingatkan KAMI dalam nada keras mengancam, meminta KAMI untuk menyampaikan aspirasi lewat jalur hukum, dan menganggap KAMI hanyalah sekumpulan kepentingan, izinkan saya atas nama Majelis Penyelamatan Indonesia/Deklarator KAMI menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Terima kasih kepada Bapak KSP Moeldoko yang berbicara mewakili Istana Presiden, atas pernyataannya yang menunjukkan bahwa beliau sudah membaca Deklarasi KAMI bertajuk Maklumat Menyelamatkan Indonesia.
2. Namun, KAMI menilai bahwa Bapak KSP Moeldoko belum membaca Maklumat tersebut dengan seksama dan apalagi memahami isinya secara mendalam.
3. KAMI bertanya tentang jalur hukum apa yang dimaksud Bapak KSP Moeldoko? Bukankah penyampaian aspirasi oleh rakyat adalah sesuai dengan Hukum Dasar yaitu UUD 1945 yang memberi kepada rakyat warga negara kebebasan berserikat dan berpendapat, termasuk untuk menyampaikan pendapat di depan umum? Ataukah mungkin permintaan untuk menyampaikan aspirasi lewat jalur hukum adalah agar KAMI menggugat Pemerintah atas pelanggaran konstitusional yang dilakukannya? Suatu hal yang dapat dilakukan namun belum dipikirkan.
4. Adalah benar penilaian Bapak KSP Moeldoko bahwa KAMI adalah sekumpulan kepentingan. Memang KAMI mempunyai banyak kepentingan, antara lain:(a). Meluruskan Kiblat Bangsa dan Negara yang banyak mengalami penyimpangan, (b). Mengingatkan Pemerintah agar serius menanggulangi Covid-19 dengan mengedepankan kesehatan dan keselamatan rakyat di atas program ekonomi dan politik (Pilkada).(c). Mengingatkan Pemerintah agar serius memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang masih merajalela di lingkungan Pemerintahan, dengan mencabut Undang-Undang yang melemahkan KPK.(d). Mengingatkan Pemerintah agar bersungguh-sungguh mengatasi ketakadilan ekonomi, mengutamakan lapangan kerja bagi rakyat sendiri (bukan untuk Tenaga Kerja Asing), dan mencabut Undang-Undang yang lebih menguntungkan pengusaha dari pada Kaum Buruh.(e). Mengingatkan Pemerintah untuk bertindak responsif terhadap upaya pemecahbelahan masyarakat dengan tidak membiarkan kelompok-kelompok yang anti demokrasi, intoleran, dan eksklusif dengan menolak kelompok lain seperti KAMI.
5. Itulah sebagian dari sekumpulan kepentingan KAMI, yang pada intinya KAMI berkepentingan agar Pemerintah dan jajarannya termasuk KSP bekerja bersungguh-sungguh mengemban amanat rakyat, karena gaji yang diperoleh berasal dari uang rakyat.
5. Izinkan KAMI mewasiatkan kepada Bapak KSP Moeldoko dan para staf di Istana untuk tidak mudah melempar tuduhan kepada KAMI:(a). Apakah KAMI yang memecahbelah rakyat ataukah kelompok-kelompok penolak KAMI, yang patut diduga direkayasa bahkah didanai pihak tertentu yang justeru memecahbelah rakyat?(b). Apakah kritik dan koreksi KAMI yang menciptakan instabilitas ataukah kebijakan Pemerintah yang tidak bijak, anti kritik, dan tidak mau mendengar aspriasi rakyat yang justeru berandil dalam menciptakan instabilitas itu? (c). Apakah KAMI yang keluar dari batas (karena memaklumkan penyelamatan bangsa dan negara) ataukah Pemerintah yang melampaui batas dengan menumpuk hutang negara yang jadi beban generasi penerus, membentuk bersama DPR undang-undang yang merugikan rakyat, dan mengabaikan rakyat berjuang mempertahankan diri dari wabah dengan harus membiyai sendiri tes kesehatan?
6. Akhirnya KAMI mengingatkan Bapak KSP Moeldoko dan jajaran kekuasaan untuk tidak perlu melempar “ancaman” kepada rakyat. Pada era demokrasi modern dewasa ini arogansi kekuasaan, sikap represif dan otoriter sudah ketinggalan zaman. Bagi KAMI semakin mendapat tantangan dan ancaman akan menjadi pelecut untuk tetap beristikamah dalam perjuangan. KAMI bukan kumpulan orang-orang pengecut, karena para insan yang bergabung dalam KAMI adalah mereka yang menyerahkan segala urusan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, dan hanya takut kepadaNya.
_Wallahu al-Musta’an_
Jakarta, 02-10-20.
Din-Rachmat dan Sinergi Muhammadiyah-NU di KAMI*
*Tony Rosyid*Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Dua tokoh besar Muhammadiyah dan NU memimpin KAMI. Mereka adalah Din Syamsudin dan Rachmat Wahab. Keduanya guru besar di dua perguruan tinggi ternama. Din Syamsudin guru besar di UIN Jakarta, dan Rachmat Wahab guru besar di UNY Jogja
Kedua tokoh Muhammadiyah dan NU ini didaulat menjadi Presidium KAMI. Dibantu tokoh dari militer yaitu Gatot Nurmantyo.
Muhammadiyah adalah organisasi terbesar kedua setelah NU. Meski kedua tokoh ini tidak secara resmi mewakili organisasi masing-masing, namun representasi dan pengaruhnya tidak bisa diabaikan.
Jika tokoh Muhammadiyah dan NU sudah bersatu dalam langkah, maka dukungan mayoritas rakyat lebih mudah untuk diperoleh. Sejarah mencatat kemenangan Gus Dur di sidang MPR 1999 atas Megawati setelah tokoh Muhammadiyah yaitu Amien Rais memberikan dukungannya. Padahal, nama Gus Dur gak muncul dari awal sebagai capres.
Bersatunya NU dan Muhammadiyah dalam gerakan dan juga politik termasuk barang langka di dalam sejarah negeri ini. Sebab, keduanya memang bukan partai politik. Terutama sejak NU kembali ke khittoh tahun 1984. Masing-masing ormas besar ini punya lahan sosial dan garapan pendidikan yang berbeda.
NU menggarap masyarakat pedesaan dan pendidikan tradisional. Muhammadiyah lebih terkonsentrasi pada masyarakat perkotaan dan pendidikan modern. Selain menggarap juga bidang kesehatan melalui rumah sakit. Bagi-bagi tugas.
Namun, di dalam KAMI, dua tokoh Muhammadiyah dan NU bersatu di garda terdepan. Memimpin gerakan moral, meski harus berhadap-hadapan dengan penguasa. Mirip di MUI. Jika ketuanya dari NU, sekjen dari Muhammadiyah. Begitu juga sebaliknya.
Bersatunya NU-Muhammadiyah di KAMI, mesti diwakili oleh para tokoh non struktural, akan memberi harapan bahwa gerakan KAMI kedepan punya potensi besar. Selama ini, susahnya menyatukan NU-Muhammadiyah dalam satu paket (kebersamaan) gerakan moral karena adanya faktor psikologis yang disebabkan oleh perbedaan paham keagamaan dan ritual diantara mereka. Ketika kedua tokoh ormas besar ini bersatu, lenyap semua sekat-sekat itu. Inilah diantara faktor yang membuat penguasa cukup panik.
Dalam banyak peristiwa politik, kedua ormas ini seringkali sengaja dibenturkan satu dengan yang lain. Terutama jelang pemilu. Pelakunya adalah para politisi. Sebut saja “politisi busuk”. Isunya selalu soal paham keagamaan, mazhab dan ritual. Klasik! Meski klasik, tapi seringkali efektif.
Di KAMI, keduanya menyatu. Tak ada isu yang bisa membenturkannya. Isu Islam kanan, gak mempan. Isu radikalisme dan Khilafah, gak ngefek. Muhammadiyah dan NU dikenal ormas moderat. Gak ke kanan, apalagi radikal. Isu Khilafah itu bukan khas NU dan Muhammadiyah. Jika di Surabaya senen kemarin (28/9) demo menolak KAMI karena dianggap mengusung faham khilafah, itu tandanya para pendemo bangun kesiangan.
Tuduhan kepada KAMI sebagai barisan sakit hati, itu salah sasaran. Gak akan mempan. Sebab, Din Syamsudin dan Rachmat Wahab tak terlibat aktif di politik, terutama pilpres 2024.
Anda mau nuduh kedua tokoh ini punya ambisi jadi presiden? Makin ngaco! Mereka lebih cocok sebagai bapak bangsa. Bukan politisi, apalagi agen dan broker politik. Mereka adalah organisatoris, guru besar, akademisi, ilmuwan dan agamawan yang dalam pikiran mereka berdua hanya ingin bangsa ini selamat. Titik! Gak ada keinginan lain kecuali hanya itu.
Bersyukur KAMI lahir di tengah bangsa yang sedang carut marut. Bersyukur juga KAMI mendapatkan sosok pemimpin seperti Din Syamsudin dan Rachmat Wahab. Sosok yang berintegritas dan punya kapasitas.
Karena itu, tak berlebihan jika mereka berdua dianggap telah merepresentasikan suara mayoritas rakyat Indonesia. Selamat berjuang, semoga di tangan dua sosok ini KAMI mampu memberi arah bangsa yang lebih jelas dan terukur. Selamat dari gelombang masalah akibat kedunguan para nahkodanya.
Jakarta, 30 September 2020
*Din-Rachmat dan Sinergi Muhammadiyah-NU di KAMI*
*Tony Rosyid*Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Dua tokoh besar Muhammadiyah dan NU memimpin KAMI. Mereka adalah Din Syamsudin dan Rachmat Wahab. Keduanya guru besar di dua perguruan tinggi ternama. Din Syamsudin guru besar di UIN Jakarta, dan Rachmat Wahab guru besar di UNY Jogja
Kedua tokoh Muhammadiyah dan NU ini didaulat menjadi Presidium KAMI. Dibantu tokoh dari militer yaitu Gatot Nurmantyo.
Muhammadiyah adalah organisasi terbesar kedua setelah NU. Meski kedua tokoh ini tidak secara resmi mewakili organisasi masing-masing, namun representasi dan pengaruhnya tidak bisa diabaikan.
Jika tokoh Muhammadiyah dan NU sudah bersatu dalam langkah, maka dukungan mayoritas rakyat lebih mudah untuk diperoleh. Sejarah mencatat kemenangan Gus Dur di sidang MPR 1999 atas Megawati setelah tokoh Muhammadiyah yaitu Amien Rais memberikan dukungannya. Padahal, nama Gus Dur gak muncul dari awal sebagai capres.
Bersatunya NU dan Muhammadiyah dalam gerakan dan juga politik termasuk barang langka di dalam sejarah negeri ini. Sebab, keduanya memang bukan partai politik. Terutama sejak NU kembali ke khittoh tahun 1984. Masing-masing ormas besar ini punya lahan sosial dan garapan pendidikan yang berbeda.
NU menggarap masyarakat pedesaan dan pendidikan tradisional. Muhammadiyah lebih terkonsentrasi pada masyarakat perkotaan dan pendidikan modern. Selain menggarap juga bidang kesehatan melalui rumah sakit. Bagi-bagi tugas.
Namun, di dalam KAMI, dua tokoh Muhammadiyah dan NU bersatu di garda terdepan. Memimpin gerakan moral, meski harus berhadap-hadapan dengan penguasa. Mirip di MUI. Jika ketuanya dari NU, sekjen dari Muhammadiyah. Begitu juga sebaliknya.
Bersatunya NU-Muhammadiyah di KAMI, mesti diwakili oleh para tokoh non struktural, akan memberi harapan bahwa gerakan KAMI kedepan punya potensi besar. Selama ini, susahnya menyatukan NU-Muhammadiyah dalam satu paket (kebersamaan) gerakan moral karena adanya faktor psikologis yang disebabkan oleh perbedaan paham keagamaan dan ritual diantara mereka. Ketika kedua tokoh ormas besar ini bersatu, lenyap semua sekat-sekat itu. Inilah diantara faktor yang membuat penguasa cukup panik.
Dalam banyak peristiwa politik, kedua ormas ini seringkali sengaja dibenturkan satu dengan yang lain. Terutama jelang pemilu. Pelakunya adalah para politisi. Sebut saja “politisi busuk”. Isunya selalu soal paham keagamaan, mazhab dan ritual. Klasik! Meski klasik, tapi seringkali efektif.
Di KAMI, keduanya menyatu. Tak ada isu yang bisa membenturkannya. Isu Islam kanan, gak mempan. Isu radikalisme dan Khilafah, gak ngefek. Muhammadiyah dan NU dikenal ormas moderat. Gak ke kanan, apalagi radikal. Isu Khilafah itu bukan khas NU dan Muhammadiyah. Jika di Surabaya senen kemarin (28/9) demo menolak KAMI karena dianggap mengusung faham khilafah, itu tandanya para pendemo bangun kesiangan.
Tuduhan kepada KAMI sebagai barisan sakit hati, itu salah sasaran. Gak akan mempan. Sebab, Din Syamsudin dan Rachmat Wahab tak terlibat aktif di politik, terutama pilpres 2024.
Anda mau nuduh kedua tokoh ini punya ambisi jadi presiden? Makin ngaco! Mereka lebih cocok sebagai bapak bangsa. Bukan politisi, apalagi agen dan broker politik. Mereka adalah organisatoris, guru besar, akademisi, ilmuwan dan agamawan yang dalam pikiran mereka berdua hanya ingin bangsa ini selamat. Titik! Gak ada keinginan lain kecuali hanya itu.
Bersyukur KAMI lahir di tengah bangsa yang sedang carut marut. Bersyukur juga KAMI mendapatkan sosok pemimpin seperti Din Syamsudin dan Rachmat Wahab. Sosok yang berintegritas dan punya kapasitas.
Karena itu, tak berlebihan jika mereka berdua dianggap telah merepresentasikan suara mayoritas rakyat Indonesia. Selamat berjuang, semoga di tangan dua sosok ini KAMI mampu memberi arah bangsa yang lebih jelas dan terukur. Selamat dari gelombang masalah akibat kedunguan para nahkodanya.
Jakarta, 30 September 2020
KAMI: STING LIKE A BEE############ Langsung membahana, tdk hanya di tengah Jakarta semata, tp menusantara, bahkan mendunia. Itulah Kesatuan Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yg dideklarasikan pada 18 Agustus 2020, di Tugu Proklamasi, Pegangsaan Timur. Dipimpin Presidium Prof. DR. Din Syamsuddin, Jenderal Purn TNI Gatot Nurmantyo dan Prof. DR. Rohmat Wahhab didukung oleh tokoh-tokoh nasional dan internasional. Kekuatan moral politik pun terbentuk. Baru hadir sudah mampu menggoncangkan kekuasaan. Bagai tersengat, kepanikan pun terjadi. KAMI diserang sana sini secara tidak cerdas. Padahal KAMI baru saja menyatakan sebagai gerakan moral.
Aneh juga ada ketakutan politik berlebihan. Duta Besar Palestina yang hadir untuk ikut upacara peringatan HUT Kemerdekaan RI habis “diteror” oleh politisi yang gusar dan cari muka. Media buzzer rupiah diduga membuat meme provokatif. Memojokkan KAMI entah atas suruhan istana atau baru tahap proposal proyek. Yang jelas ada pihak-pihak yang kebakaran jenggot.
Berhimpunnya orang-orang yang memiliki pengaruh dan berjuang dengan sandaran moral menjadi sebuah terapi kejut. Maklumat kritis yang dibacakan mungkin dinilai “menggigit” meskipun sebenarnya baru sebatas sengatan lebah saja “sting like a bee”.Tujuan penyengatan adalah pengobatan agar sehat atau pulih kembali.
Deklarator tak ada niat “membunuh” dengan hanya sengatan lebah. Justru hal ini sebagai upaya untuk penyelamatan. Menolong orang yang dizalimi dan menolong orang zalim. Yang kedua tentu dengan cara menghentikan kezaliman. Demikian ungkapan Prof. Din Syamsuddin dalam Deklarasi yang lalu.
Agama memuji lebah. Qur’an menyatakan lebah menerima wahyu (QS An Nahl 68) . Sebuah hadits menyebut bahwa lebah itu makan yang baik, mengeluarkan yang baik, hinggap di ranting, tidak membuat patah dan rusak (HR Ahmad). Input bagus dan output baik. Ketika lebah menyengat maka semangatnya adalah altruisme. Ia akan mati setelah menyengat. Menjadi martir demi penyelamatan kehidupan bersama.
Mohammad Ali petinju yang digelari “sting like a bee” memiliki pukulan pukulan yang menyengat. Jab dan hook yang efektif. Membuat sadar bahwa lawan sebenarnya pecundang. Pertahanan “rope a dope” telah membuat juara bertahan George Foreman merasa lelah dan sulit untuk menjatuhkan Ali. Akhirnya Muhammad Ali memenangkan pertandingan dengan Knock Out.
Maklumat KAMI seperti sengatan lebah. Serangan balik membabi buta terjadi baik kepada personal deklarator maupun terhadap substansi tuntutan dilakukan. KAMI cukup cerdas untuk tidak melayani argumen sampah dan “bullying” kepanikan. Menjalankan terus agenda yang dicanangkan sebagai fokus dari gerakan. Taktik “rope a dope” cukup efektif menghadapi serangan yang tak bermutu.
KAMI yang oleh penulis nyinyir disindir sebagai “superheroes” akan mampu menjadi “superheroes” yang sebenarnya jika jati dirinya sebagai gerakan moral tetap solid dan bersemangat. Kaum cendikia yang tergabung di dalamnya merupakan pasukan dari kekuatan moral dari koalisi tersebut.
Menghadapi pertarungan yang tidak dapat dihindarkan maka optimalisasi potensi mesti dilakukan. Belajar dari Muhammad Ali, KAMI akan sukses menunaikan misi jika bekerja dengan pola “float like a butterfly, sting like a bee” dan menerapkan pertahanan kokoh “rope a dope”.
Tapi seperti keyakinan Ali meski kerap menyebut dirinya dalam rangka psywar “the greatest”, tetap saja menanamkan dan mengumandangkan “Allahu Akbar”. Allah yang Besar dan Maha Penolong.
KAMI tidak ada apa-apa tanpa pertolongan Allah. Inilah yang membuatnya membesar dan menguat serta memenangkan pertarungan antara kebenaran lawan kezaliman, oligarkhi lawan demokrasi, kejujuran lawan kepalsuan. Tidak takut terhadap provokasi dan adu domba. Tetap menyengat dalam rangka menyelamatkan. ”Sting like a bee”.
Bandung, 24 Agustus 2020
KAMI MENGOREKSI PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIAAbdullah Hehamahua
Memperingati hari Konstitusi dan Pancasila, KAMI (Koalisi Aksi Penyelamatan Indonesia) mengumumkan jati diri dan koreksi mereka terhadap Pemerintah. Lokasi acara di Tugu Proklamasi, Jakarta. Seremoninya sangat simbolik. Hal ini dapat dilihat dari waktu pelaksanaan dan tampilnya tokoh-tokoh khusus. Tanggal 18 Agustus, tepat 75 tahun, pengesahan Pancasila, UUD 1945 serta penetapan Presiden dan Wakil Presiden pertama Indonesia: Soekarno dan Hatta. Meutia, anak kandung proklamator, Bung Hatta, tampil membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. Lagu Indonesia Raya dipimpin oleh Prof. Dr. Sri Edi Swasono, mantu Bung Hatta.
KAMI dan Koreksi Total Deklarasi KAMI, 18 Agustus 2020, dipadati serangkaian koreksi total terhadap kinerja pemerintah. Koreksi yang diberikan meliputi aspek ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan HAM, serta Sumber Daya Alam. Artikel hari ini, khusus membicarakan koreksi KAMI terhadap aspek ekonomi. KAMI mengoreksi ketergantungan luar biasa pembangunan ekonomi pada utang luar negeri. Data-data yang ada menunjukkan, akhir triwulan II 2020 saja, utang Indonesia mencapai Rp.5.924 trilyun. Bunga utang yang dibayar pemerintah pada akhir April 2020, sebesar Rp 92,82 triliun. Jumlah ini tumbuh 12,37 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Sepanjang 2020 ini, pemerintah menargetkan pembayaran bunga utang sebesar Rp 335,16 triliun. Padahal, pada masa SBY, maksimal bunga utang hanya Rp.100 trilyun. Masalahnya, seberapa jauh utang segunung tersebut berdampak positif terhadap kesejahteraan, kecerdasan, kesehatan, kenyamanan, dan kesempatan kerja rakyat kecil.? Satu hal yang pasti, memakan riba, sama dengan mengzinahi ibu kandung sendiri. Begitu kata Nabi Muhammad. Data-data yang ada, indeks pembangunan nasional sebelum virus China sudah di bawah 3 %. Sekarang, sudah minus 5,32%. Apakah pada akhir tahun ini, Indonesia akan mengalami resesi.? Mungkin saja.! Bandingkan dengan data-data yang ada dalam pemerintahan sebelumnya. Ketika pemerintahan SBY, setelah krisis global tahun 2008, pertumbuhan ekonomi 2009, mencapai 4,63%, tertinggi ketiga di dunia setelah China dan India. Inflasi, 2,78%, terendah dalam satu dekade terakhir. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2010 – 2014 adalah: 6,2; 6,5%; 6,23; 5,78; dan 5,1%. Pencapaian pemerintahan Jokowi sejak tahun 2015 – 2020 adalah: 4,79; 5,03; 5,07; 5,17; 5,10; dan negative 5,32. Pada waktu yang sama, mata uang rupiah pada era pemerintahan sekarang, sangat rendah. Awal pemerintahan SBY (2004), nilai mata uang rupiah sebesar Rp.9,070/US$. Akhir kepemimpinan SBY jilid satu, rupiah mencapai angka Rp. 9,395/US$. Rupiah mengalami deprisiasi sebesar 3,58%. Padahal pada tahun 2008 ketika terjadi krisis global, rupiah pernah mencapai angka Rp. 12.150/US$. Pada akhir periode kedua SBY (2014), rupiah mencapai Rp. 12,105/US$. Bagaimana nilai rupiah dalam pemerintahan Jokowi.? Pada awal pemerintahannya (Oktober 2014), mata uang rupiah senilai Rp. 12.030/US$. Sekarang nilai rupiah mencapai Rp. 14.610/US$. Memang, jika memerhatikan pergerakan “intraday”, level terlemah sejarah rupiah adalah pada tahun 1998, yakni Rp. 16,800 per satu dollar US. Namun, jika melihat level penutupan perdagangan, saat ini, mata uang rupiah berada di rekor terlemah sepanjang sejarah Indonesia. Ini pendapat Benny Soetrisno, Ketua Umum GPEI yang dikutip CNBC Indonesia. Sebab, sejak pemerintahan rezim ini (2014 – 2020), rupiah betah di atas Rp. 14.000/US$, bahkan pernah menyentuh angka Rp.15.000. Bagaimana tentang pengangguran.? Secara prosentasi ada penurunan, tetapi tetap tidak mengurangi jurang di antara golongan kaya dan kaum dhuafa. Tahun ini, Bapennas memperkirakan tingkat pengangguran terbuka (TPT) menyentuh 9,2%. Sebagai perbandingan, TPT 9,1% pernah dicapai tahun 2007 dengan jumlah penganggur 10 juta orang. Pada tahun 2021 pengangguran akan mencapai 10,7-12,7 juta orang. Ini perkiraan Ketua Beppenas.
KAMI dan Solusi Solusi apa yang harus diberikan KAMI untuk menyelamatkan kapal Indonesia agar tidak tenggelam.? Hemat saya, harus diubah pola operasional selama ini, yakni kebiasaan hanya mengganti sopir kenderaan yang bernama NKRI. Apalagi jika sopirnya hanya memiliki SIM ‘nembak’ melalui Pilpres yang curang. Masalah mendasar adalah, mengubah sistem pengelolaan kenegaraan dan pemerintahan, antara lain: Pertama, di bidang ekonomi, pola pertumbuhan harus diubah menjadi pemerataan. Kedua, segera menyetop sistem ekonomi kapitalis liberal dan sosialis komunisme. Hentikan segera ‘free market system’ dan penguasaan sumber ekonomi dan keuangan oleh konglomerat dan perusahaan milik penguasa. Ketiga, terapkan sistem koperasi, sesuai dengan amanat konstitusi. Operasionalisanya, negara harus mengambil alih lahan dan asset yang dikuasai konglomerat, khususnya kelompok 9 naga dan didistribusikan ke rakyat kecil yang tidak punya lahan dan usaha. Keempat, hentikan seluruh bentuk riba dimulai dengan nol persen bunga oleh BI. Dengan demikian, selain terhindar dari dosa, yang paling penting rakyat kecil menikmati manfaat pembangunan melalui pola pemerataan. Bukan pertumbuhan ala kapitalisme. Kelima, para pengusaha dan rakyat yang memenuhi syarat, hendaknya mengeluarkan zakat mal untuk memajukan tingkat kesejahteraan golongan fakir dan miskin. Hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT (sesuai dengan sila pertama Pancasila), baik terhadap umat Islam maupun umat Nasani. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS At Taubah: 103).“Dia (‘Isa) berkata, “Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia Memberiku Kitab (Injil) dan Dia Menjadikan aku seorang Nabi. Dan dia menjadikan Aku seorang yang diberkati di mana saja Aku berada, dan dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama Aku hidup.”(QS Maryam: 30 – 31).l“Dan tidaklah terpecah-belah orang-orang ahli kitab melainkan setelah datang kepada mereka bukti yang nyata. Dan padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” (QS Al Bayyinah: 4 – 5).
Simpulannya, laksanakan amanat Pancasila dan UUD 1945 yang asli secara murni dan konsekwen khususnya di sektor ekonomi. Semoga !!!
Selamat Tahun Baru Islam, 1 Muharram 1442 H
Depok, 1 Muharram 1442H/20 Agustus 2020
Mengapa Megawati Juga Cemas Melihat KAMI? By Asyari Usman Kehadiran KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) semakin berdampak serius. Baru seminggu mendeklarasikan diri, eskalasi kecurigaan dan kecemasan berlangsung sangat kencang. Setelah dikeroyok oleh para politisi yang kehabisan ide, kemarin KAMI ‘dihajar’ oleh seorang politisi ‘heavy weight’ (kelas berat) yang ikut juga turun gunung. Giliran Megawati Soekarnoputri melibas KAMI. “Di situ kayaknya banyak banget yang kepengin jadi presiden,” kata Bu Mega menyindir KAMI. Komentar seperti ini terasa ‘childish’. Kekanak-kanakan. Tak sepantasnya meluncur dari seorang politisi senior sekelas Bu Mega. Tapi, begitulah KAMI mengubah suasana psikologis para politsi. Rata-rata mereka terusik. Gerakan moral KAMI dilihat sebagai ancaman. Bagi KAMI, ucapan Mega di depan para kader seniornya, Rabu (26/8/2020), merupakan tambahan imunitas dalam menghadapi banyak lagi gempuran dari kalangan yang selama ini tak pernah ‘diganggu’ oleh gerakan moral. Selama ini, mereka bisa sesuka hati melakukan apa saja untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Begitu KAMI muncul, semua orang yang merasa sebagai pemilik Indonesia langsung mencak-mencak. Bu Mega wajar-wajar saja mengeluarkan sindiran soal jabatan presiden. Sebab, dia pastilah sedang berpikir keras agar posisi presiden bisa, suatu hari nanti, kembali lagi ke tangan keturunan Soekarno. Bu Mega sedang berusaha agar anaknya, Puan Maharani, bisa merintis jalan menuju ke RI-1. Skenario kasar itu mudah dibaca. Tetapi tidak mudah untuk dijabarkan. Indonesia ini tidak bisa lagi dipimpin oleh seorang selebriti. Yang setiap saat hanya mengandalkan lakon-lakon populis palsu. Rakyat dan negara tidak memerlukan itu lagi. Yang sangat dibutuhkan adalah seorang pemimpin yang memiliki kapabilitas. Dan tidak cukup hanya itu. Dia harus juga berkapasitas. Indonesia sedang rusak berat di semua aspek: ekonomi, sosial, politik, dan hankam. Kerusakan itu tidak main-main. Proses rehabilitasi kerusakan memerlukan pemimpin yang visioner, karismatik, dan pantas disebut ‘ideologist’ (ideolog). Sebab, bangsa dan negara ini sedang dilanda kehancuran moral ekonomi, moral bisnis, moral politik, moral sosial, dan moral hukum. Selain itu, negara juga sedang mengalami penurunan drastis dalam sistem pertahanan dan keamanan. KAMI hadir untuk menyadarkan rakyat tentang kerusakan multi-dimensi itu. Agar rakyat tahu apa yang harus dilakukan. Mohon maaf, hari ini kita semualah yang harus menggantikan fungsi elit pemimpin yang seharusnya memberikan ‘lead’ (arah) perjalanan bangsa. Tetapi, sayangnya, kepimpinan (leadership) itu sedang kosong. Yang banyak adalah buzzer-buzzer bayaran yang bekerja untuk meyakinkan publik bahwa negara ini dipimpin oleh orang yang hebat. KAMI melihat adanya ancaman kekacauan internal dan ekspansionisme asing yang cederung diremehkan oleh para pemimpin. Diremehkan hanya karena ketiadaan visi dan kecendekiaan mereka. Semua mereka diasyikkan oleh tuntutan dan peluang untuk menumpuk kekayaan. Tuntutan itu besar dan peluangnya juga terbuka lebar. Inilah yang mereka urus setiap hari. Mereka sadar bahwa mereka memiliki kuasa dan berbagai perangkat untuk memperturutkan keasyikan itu. Mereka membuat regulasi sesuai dengan keinginan rakus mereka. Dan itu semua didukung dan disukseskan oleh lembaga perwakilan rakyat yang seharusnya berfungsi untuk mencegah kesewenangan. Ketika KAMI hadir dan langsung mempersoalkan itu, pastilah muncul reaksi yang sumbang. Sebab, para elit di eksekutif, legislatif, yudikatif, dan bisnis merasa gerakan KAMI akan menghadang mereka. Boleh jadi, Bu Megawati melihat KAMI seperti itu. Yakni, melihat gerakan moral KAMI sebagai penghalang kerakusan. Semoga saja tidak begitu pikiran Bu Mega. Ketua Komite Eksekutif KAMI, Ahmad Yani, mengatakan prasangka Bu Mega bahwa KAMI ingin mengincar jabatan presiden adalah pikiran politik rendahan. Yani membantah itu. Harus diakui bahwa KAMI memang sangat khawatir melihat ‘leadership’ Presiden Jokowi. Sebab, kondisi morat-marit dalam pengelolaan negara saat ini seratus persen berpangkal di tangan Presiden. Tetapi, tidak berarti KAMI harus merebut posisi presiden sebagaimana disimpulkan secara sempit dan kekanak-kanakan oleh Bu Megawati. Ada kemungkinan Bu Mega belum paham betul tentang misi KAMI. Sesuai namanya, KAMI hanya ingin menyelamatkan Indonesia. Termasuklah “menyelamatkan” Presiden Jokowi agar tidak dikejar-kejar oleh sekian banyak kebijakan blunder yang dia terapkan. Jadi, KAMI tidak bermaksud membuat Bu Mega cemas sepanjang beliau juga ingin menyelamatkan bangsa dan negara. Bukan menyelamatkan rencana pribadi.[] 27 Agustus 2020(Penulis wartawan senior)