Research

Dawud:
Sebagai dosen dan sekaligus sebagai (mantan) mahasiswa generasi tua, saat ini, saya masih sering menjumpai karya tulis ilmiah berupa skripsi, tesis, dan disertai yang masih “setia” pada mazhab bahwa karya ilmiah ditulis harus bertitik tolak dari masalah. Tanpa (rumusan) masalah, karya ilmiah seolah “haram” hadir.

Di masa lalu, referensi tahun 1960-an sampai dengan 1980-an, memang menjadi primadona “rumusan masalah” dalam karya ilmiah. Masalah diartikan sebagai “kesenjangan antara harapan dan kenyataan.” Konsekuensi dari paradigma itu, maka dalam latar belakang (masalah) selalu dirumuskan “latar belakang masalah”, yakni fakta adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan.

Dalam bidang pendidikan, lebih khusus pengajaran atau pembelajaran, yang paling umum dan paling “aman” sebagai landasan tumpu masalah adalah guru. Berikut beberapa contohnya.
• Idealnya, metode mengajar guru itu menyenangkan. Kenyataannya, metode mengajar guru hanya ceramah yang membosankan. Untuk itu, perlu disusun model pembelajaran yang inovatif, kreatif, emansipatif, dan menyenangkan.
• Berdasarkan perkembangkan kondisi fisik-psikis siswa, siswa SD itu berada pada pekermbangan operasi konkret dan awal operasi formal. Dengan demikian, media pembelajaran SD haruslah dapat memfasilitasi berkembangnya potensi operasi konkret dan operasi formal tersebut. Untuk itu, media pembelajaran yang digunakan haruslah berupa media konkret yang bisa mengasah potensi konkret dan operasi formal anak-anak. Kenyataan menunjukkan bahwa guru-guru tidak menggunakan media pembelajaran yang memadai. Untuk itu, perlu dibuat media pembelajaran sesuai dengan perkembangan anak SD yang menjembatani operasi konkret untuk mengasah potensi operasi formal anak.

***

Saat membimbing penulisan skripsi, tesis, atau disertasi, saya tidak fanatik harus ada masalah dan harus ada rumusan masalah. Demikian juga, saat memberi kuliah metode penelitian, saya tekankan bahwa sekurang-kurangnya, ada tiga kemungkinan rumusan, yakni rumusan masalah, rumusan tujuan, atau rumusan fokus penelitian. Penulis cukup memilih salah satu di antara tiga kemungkinan itu.
• Masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Masalah ini perlu dijawab, diselesaikan, dan/atau dicarikan (alternatif penyelesaiannya). Masalah yang dirumuskan adalah masalah faktual, objektif, dan aktual.

Masalah didasarkan pada penelitian pendahuluan yang memadai. Masalah itu ada, bukan diada-adakan, apalagi dicari-cari.

• Tujuan penelitian merupakan arah akhir penelitian yang bisa berupa hasil, produk, kebijakan, putusan, atau pemikiran konseptual tentang sesuatu. Tujuan bisa bermula dari masalah, bisa juga tidak berawal dari masalah. Tujuan bemula dari masalah, misalnya, masalah pembelajaran ini adalah ketiadaan media pembelajaran, untuk itu tujuan penelitian ini adalah menghasilkan media pembelajaran. Tujuan tidak berawal dari masalah, misalnya, media pembelajaran X ini murah dan kekiniaan sesuai dengan selera anak milenial, untuk itu, tujuan penelitian ini adalah mengembangkan dan menghasilkan media pembelajaran X untuk generasi milenial.

Tujuan penelitian yang tidak bermula dari masalah, ya tidak perlu, “mencari masalah apalagi mencari-cari masalah.”

• Fokus penelitian merupakan kekhasan objek yang menjadi perhatian penelitian untuk dideskripsikan, dimaknai, dan dieksplanasi. Kekhasan itu bisa berupa keunikan, keunggulan, kehebatan, keindahan, kemenarikan, kebaruan, atau kebermanfaatan.
(1) Saya senang lirik puitis lagu Ebiet G. Ade yang figuratif imajinatif, maka saya merumuskan fokus umum penelitian saya “Figuratif Imajinatif Lirik Puitis Lagu-Lagu Ebiet G.Ade”.
(2) Saya melihat keunikan Gus Baha’ dalam elaborasi referensi ilmiah dalam “ngaji” dengan santrinya, maka saya merumuskan fokus umum penelitian saya “Elaborasi Referensi Ilmiah dalam Sorogan Gus Baha’.

Fokus penelitian tidak perlu bertitik tolak dari ada atau tiadanya masalah. Kalau dipaksakan harus ada masalah, kecenderungannya adalah “mencari-mencari masalah.”

***

Tampaknya, mazhab wajibnya rumusan masalah dalam penulisan karya ilmiah itu masih sangat kuat sampai saat ini. Dalam konteks yang lebih luas, mazhab wajibnya masalah juga masih melanda dunia birokrasi. Untuk membuat program penggerak pendidikan, misalnya, dicarilah pembenar rumusan masalah: skor PISA tahun sekian siswa Indonesia lebih rendah dari negara tetangga. Untuk itu, perlu ada profesi, komunitas, organisasi penggerak pendidikan dengan dana sekian-sekian.

Lha ndilalah, saat mengakhiri tulisan ini, di layar komputer muncul notifikasi salah satu potongan video Dangdut Akademi. Setelah saya klik, ternyata ada penggalan guyonan Mak-e Shoimah, “Emangnya masalah buat Loe?”
Adnan Latief: Pak Dawud mengkacaukan (memang ambigue kalau nggak faham) latar belakang ‘masalah’ (context) dengan rumusan ‘masalah’ (pertanyaan, tujuan, fokus) penelitian.
Pak Dawud membolehkan (madzhab Dawud) penelitian tanpa adanya (theotetical maupun practical) context? Lalu bagaimana menjelaskan theoretical dan atau practical significance ( contribution)? Apa justification perlunya dilakukan penelitian itu?
Contoh yang disampaikan Pak Dawud ini masalah context (background) bukan masalah (pertanyaan, tujuan, fokus) penelitian (skor PISA tahun sekian siswa Indonesia lebih rendah dari negara tetangga. Untuk itu, perlu ada profesi, komunitas, organisasi penggerak pendidikan dengan dana sekian-sekian)

Yazid
Sy jd ingat pengalaman paling recent ketika diminta baca draf naskah artikel dr dosen senior di UM. Di artikel itu memang muncul rumusan sejenis “idealnya begini, tapi kenyataannya begitu”….”harusnya begini, tp kenyataannya begitu”….pola itu tampak kental sekali di antara manuskrip civitas akademika UM khususnya draf2 yg dulu sempat kubaca ketika terlibat di TPP. Kubayangkan, jika naskahnya demikian, rasanya sulit utk bs tembus jurnal bereputasi. Kesan saya, masalah berupa kesenjangan yg ditampilkan terasa kurang dlm hal kontekstualiasi/penyambungan kepada body of knowledge terkini (baik body of knowledge yg sifatnya teoritis/konseptual maupun body of knowledge berupa professional practice)….jadi, yg menjadi keprihatinan sy pribadi di titik kurangnya kontekstualisasi/penyambungan pd body of knowledge sebagi titik sentral bangunan argumentasi mengapa penelitian dilakukan (signifikansi). Poin ttg “idealnya begini” atau “seharusnya begini” sering kutemukan tdk disertai argumen berupa kesenjangan yg tampak dari hasil review kritis pd literature terkini (khusunya literature berupa penelitian terdahulu yg terkini dan relevan).
Adnan
kesenjangan yg ditampilkan terasa kurang dlm hal kontekstualiasi/penyambungan kepada body of knowledge terkini (baik body of knowledge yg sifatnya teoritis/konseptual maupun body of knowledge berupa professional practic. Pak Yaz itu untuk research for development bukan research for investigation. Research for development (CAR atau R@D) ya harus itu latar belakang nya. Bahwa tidak diterima di jiurnal berreputasi itu krn journal hanya menghargai research for investigation tdk menghargai produk research for development. Padahal saya baca kebanyakan penelitian yg didanai itu yg research for development. Untuk research for investigation latar belakangnya ya jelas bukan kesenjangan praktek.

Research fot investigation itu fokusnya ke theoretical significance (penyambungan ke body of knoeledge) sedangkan resesrch for development itu fokusnya ke practical significance.

[9/5, 5:50 AM] Yazid Basthomi: Sy mrs seringkali kita menjelaskan R&D hny dlm konteks paket riset yg dilakukan…rasanya ke mhs jg prl disampaikan R&D bs merupakan paket besar gerak riset di suatu grup riset tertentu. Grup riset tertentu bs saja gerak risetnya nuansa awalnya akademik (research for investigation)…namun setelah sekian lama, body of knowledge yg teebangun membawanya utk jg punya concern pengembangan….ini pola R&D yg sy rasa mhs jg prl tahu.

Hal lain adalah, jurnal bs kita pilah ke 2 pilahan: jurnal akademik sbg wadah utk research for investigation (mis TESOL quarterly) dan jurnal praktis profesional utk riset pengembangan dan/atau R&D (mis TESOL journal)….dan jurnal yg mengakomodir dua2nya…..

Jurnal yg model pertama biasanya kontekstualiasi argumentasi risetnya cendeeung pd body of knoledge yg teoritis…jurnal kedua body of knowledge profesional practice…..hanya saja jg ada kemungkinan yg menggabungkan keduanya….
[9/5, 5:52 AM] Yazid Basthomi: Bagi saya jg ada body of knowledge dr professional practice….sama2 body of knowledge of different kind….
[9/5, 6:00 AM] Yazid Basthomi: …sama2 body of knowledge…tp of different kind…..
[9/5, 6:19 AM] Yazid Basthomi: Sy ingin membawa diskusi ini agak lbh jauh….selama sbg mhs dan dosen di UM, sy blm prnh liat tesis/disertasi di UM yg paket garapannya nuansanya “teoritis” tanpa data empiris first hand dr peneliti sendiri….hampir dpt dipastikan, kalau disebut riset ya pasti dg data empiris first hand…..tp di dunia lain (di kampus negoro sono), penelitian disertasj bidang kependidikan bs bernuansa teoritis tanpa data empiris first hand shg dpt dibilang nuansanya sejenis penelitian/kajian di bidang theoretical mathematics (cf realistic mathematics), theoretical physics, theoretical linguistics….model begini tntu jg akan berpengaruh pd bagaimana kita mendefinisikan “research” dan derajat ekspektasi dan toleransi trhdp riset mahasiswa….
[9/5, 6:32 AM] Adnan Latief: Saya tdk melihat perbedaan Pak Yaz dengan saya. Yang jelas fokus significance beda antara reseach for development dengan research for investigation.

Kembali ke Pak Dawud jadi tidak mungkin ada penelitian tanpa context justification baik theotetical context (research for investigstion untuk nyambung ke body of knowledge) atau practical context (research for development). Rumusan context itu yg dilabeli ‘masalah” yang beda dengan ‘masalah’ yang berarti pertanyaan atau tujuan penelituan. Pak Dawud suggest boleh saja penelitian dilakukan tanpa masalah (context maupun tujuan)
[9/5, 6:46 AM] Yazid Basthomi: Sy kadang curiga bhw body of knowledge dimaknai sbg kumpulan2 teori…ketika kita meminta mhs melakukan review di Background agar penelitiannya nyambung dg body of knowledge, sering wujudnya adalah paparan poin2 teoritis/konseptual yg nuansanya deskriptif ekspository yg jadinya sprt nulis buku utk perkuliahan…..
[9/5, 6:46 AM] Adnan Latief: Metode itu keharusan masak ada penelitian tanpa metode walau formatnya beda
[9/5, 6:47 AM] Yazid Basthomi: Nah…ini yg sy maksud dg ekspektasi kita berdasar definisi kita akan riset…beda definisi beda ekspektasi….
[9/5, 6:48 AM] Adnan Latief: Salah. Previous research findings bukan sekedar dikompilasi tetapi disimpulkan dengan sintesa.

[9/5, 6:49 AM] Yazid Basthomi: Dan itu pula yg saya curigai terjadi pd penilaian artikel usulan ke GB pd artikel teoritis misal Chomskyan linguistics yg artikelnya tdk eksplisit menyebutkan Metode dan tdk ada subheading Metode….shg dianggap bukan riset….bisa jd memang bukan riset tetapi ttp merupakan gerak pengembangan keilmuan….
[9/5, 6:50 AM] Yazid Basthomi: Itu yg masing sering terlihat tdk tampak wujudnya….khusnya di konteks UM…paling tdk itu yg awal2 kulihat di manuskrip yg dikirim ke TPP awal2 dulu…mudah2an sekarang sdh berubah….

Dalam penelitian sastra atau Linguistics tdk ada subheading metode tetapi tdk berarti mrk tidak menggunakan metode.

[9/5, 6:52 AM] Yazid Basthomi: Sempat terjadi artikel model demikian dikomentari minor “hanya kajian pustaka”…
[9/5, 6:54 AM] Yazid Basthomi: Dan yg prl kita catat adalah kata “metode” pd disiplin tertentu ekuivalen dg “teori dan/atau theoretical framework” dan data yg dianalisis bs saja tdk dimasukkan di bawah subheading “Metode” krn sdh mafhum

Metode itu artinya cara kerja. Dalam pendidikan cara kerja itu wajib disampaikan krn menjadi bukti validitas temuan. Kalau metodenya salah maka temuannya tidak valid. Dalam sastra atau linguistics mungkin tdk perlu dijelaskan cara kerja krn dianggap mafhum

[9/5, 7:27 AM] Yazid Basthomi: Betul….cuma kadang pemahaman akan perlunya metode itu berwujud pd ekspektasi “keharusan” adanya bab/bagian dg judul Metode…..shg artikel yg ada bagian Metode bs dinilai sbg “bukan riset” dan itu prnh terjadi sbg alasan ditolaknya usulan GB…..
[9/5, 8:58 AM] Ali Saukah: Sy ikuti diskusi panjang Pak Yazid dan Pak Adnan yg sangat penting karena bernas dan mengandung banyak inovasi/terobosan2 dari yg selama ini dianggap pakem konvensional.

Dlm kegiatan Pelatihan Penulisan Artikel oleh Kemristekdikti selama bertahun-tahun yg diikuti para dosen berbagai bidang ilmu dan PT, sy biasanya menjelaskan bhw IMRaD sbg “template” artikel jurnal bisa bersifat eksplisit dan bs bersifat substantif.

Salah satu contoh yg “eksplisit” yg diadopsi oleh jurnal2 yg berafiliasi pd APA, dan yg “substansial” banyak sekali bidang ilmu lain spt misalnya Islamic Study, Matematika, Filsafat, dst.

Jk substantif, tak akan terlihat adanya label2 atau judul subheading IMRaD itu, tapi bs dicari (1) kenapa kajian dilakukan, (2) bgm kajian dilakukan, (3) apa hasil kajian, (4) pemaknaan hasil kajian, dan (5) implikasinya thd keilmuan dan/atau praktek.
[9/5, 9:03 AM] Maya Dosen Jsasing: Pangapunten .. ijin berbagi artikel optional reading di kelas Lit review method yang saya ambil saat ini yang membantu saya dalam memahami jenis manuscripts tanpa heading method karena masuk ke manuscript Lit review, theoretical framework dan juga conceptual framework. Artikel yang dimaksud juga masuk di jurnal bereputasi. Mungkin ibu/bapak pernah mengakses .. semoga berkenan ..
[9/5, 9:08 AM] Ali Saukah: Kategorisasi “Research for Investigation” dan “Research for Development” sy kira terlalu menyederhanakan berbagai penelitian dari berbagai ilmu yg dikembangkan oleh berbagai masy keilmuan. Jadi 2 kategori itu tidak banyak membantu menjelaskan kompleksitas fenomena karya ilmiah dlm bentuk thesis S1/S2/S3 atau artikel di jurnal.
[9/5, 9:11 AM] Ali Saukah: Dlm artikel di jurnal sdh ada 2 kategorisasi jenis artikel, yaitu “original artikel” yg lbh bersifat empiris dan “review article” yg lbh bersifat kajian literatur yg menghasilkan sintesis.

Kategorisasi tsb bukan dimaksudkan sbg kategorisasi jenis penelitian.
[9/5, 9:17 AM] Ali Saukah: Sy lupa menyebut bhw tradisi keilmuan Sastra jg termasuk yg mengikuti IMRaD scr substantif, tak terlihat scr eksplisit dlm subjudulnya.
[9/5, 9:19 AM] Adnan Latief: Kategori research for develooment dan investigation disampaikan Dr. Sandra yg presentasi di Fakuktas beberapa waktu lalu
[9/5, 9:23 AM] Adnan Latief: Dua jenis itu jelas berbeda tujuan dan prosedurnya. Harus difahami supaya tdk rancu. Tidak berarti tidak ada kategori lain selain dua kategori itu. Dr. Sandra juga menyebutkan kategori lain spt research for exploration
[9/5, 9:27 AM] Yazid Basthomi: Yg jg prl kita instill di kultur akademik kita adalah “innovativeness” dlm aspek motodologis in view of high degree of validity. Kesan saya selama ini di kultur akademik kita yg mengemuka adala hitam-putih benar-tidak dlm bermetodologi penelitian…..
[9/5, 9:31 AM] Anik Nunuk: Sebenarnya ini juga yang saya rasakan setelah belajar di tempat lain, bahwa banyak ragamnya dan dinamis. Sebelumnya saya juga selalu memandang apa2 dari kacamata saya yang sempit dan selalu hitam-putih Pak yazid. Ternyata dunia sangat berwarna dan beragam.
[9/5, 9:32 AM] Adnan Latief: Bukan benar salah bu tetapi logical justification yg diperlukan.
[9/5, 9:33 AM] Ali Saukah: Sy termasuk aliran yg mementingkan label2 teknis metode penelitian. Yg penting bgm penelitian/kajian dilakukan dg argumentasi dan/atau bukti2 yg bs dipertanggungjawabkan utk meng-claim validitas penelitian.
[9/5, 9:36 AM] Adnan Latief: Secara substantif saya yakin wajib ada method walaupun secara format mengikuti gaya selingkungnya.
[9/5, 9:37 AM] Adnan Latief: Substantif itu ya berkait (1) kenapa kajian dilakukan, (2) bgm kajian dilakukan, (3) apa hasil kajian, (4) pemaknaan hasil kajian, dan (5) implikasinya thd keilmuan dan/atau praktek.
[9/5, 9:40 AM] Ali Saukah: Kpd para mhs S3 bimbingan saya, pertanyaan pertama yg sy ajukan kpd mhs BUKAN “Kamu mau menggunakan penelitian kualitatif atau kuantitatif?”, tapi “Simpulan apa yg akan dihasilkan dari penelitianmu dan apa kebaruannya jk dibandingkan dg temuan penelitian sblmnya?”

Jadi mikir metode stlh mereka bs jwb pertanyaan sy tsb.
[9/5, 9:42 AM] Adnan Latief: Kalau kita membimbing penelitian terutama untuk Pendidikan ya pasti itu kan (1) kenapa kajian dilakukan, (2) bgm kajian dilakukan, (3) apa hasil kajian, (4) pemaknaan hasil kajian, dan (5) implikasinya thd keilmuan dan/atau praktek.untuk article tergantung selingkungnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *