Ini sajak *SDD* _1. Pada Suatu Hari Nanti_ pada suatu hari nanti jasadku tak akan ada lagi tapi dalam bait-bait sajak inikau takkan kurelakan sendiri pada suatu hari nanti suaraku tak terdengar lagi tapi di antara larik-larik sajak ini kau akan tetap kusiasati pada suatu hari nanti impianku pun tak dikenal lagi namun di sela-sela huruf sajak ini kau takkan letih-letihnya kucari _2. Aku Ingin_ aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada _3. Yang Fana Adalah Waktu_ Yang fana adalah waktu. Kita abadi: memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu. Kita abadi _4. Sajak-sajak Kecil Tentang Cinta_ mencintai angin harus menjadi siut mencintai air harus menjadi ricik mencintai gunung harus menjadi terjal mencintai api harus menjadi jilat mencintai cakrawala harus menebas jarak mencintai-Mu harus menjelma aku _5. Hujan Bulan Juni_ tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu _6. Hanya_ hanya suara burung yang kau dengardan tak pernah kaulihat burung itutapi tahu burung itu ada di sana hanya desir angin yang kaurasadan tak pernah kaulihat angin itutapi percaya angin itu di sekitarmu hanya doaku yang bergetar malam inidan tak pernah kaulihat siapa akutapi yakin aku ada dalam dirimu _7. Hatiku Selembar Daun_ Hatiku selembar daunmelayang jatuh di rumput; Nanti dulu,biarkan aku sejenak terbaring di sini;ada yang masih ingin kupandang,yang selama ini senantiasa luput; Sesaat adalah abadisebelum kausapu tamanmu setiap pagi. _8. Dalam Doaku_ dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis, yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu, yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan mangga itu dalam magrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang turun sangat perlahan dari nun jauh di sana, bersijingkat di jalan kecil itu, menyusup di celah-celah jendela dan pintu, dan menyentuh- nyentuhkan pipi dan bibirnya di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku, yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku aku mencintaimu, itu sebabnya aku tak pernah selesai mendoakan keselamatanmu _9. Tentu. Kau Boleh_ Tentu. Kau boleh mengalir di sela-sela butir darahku, keluar masuk dinding-dinding jantungku, menyapa setiap sel tubuhku. Tetapi jangan sekali-kali pura-pura bertanya kapan boleh pergi atau seenaknya melupakan percintaan ini Sampai huruf terakhir sajak ini, Kau-lah yang harus bertanggung jawab atas air mataku. _10. Sajak Tafsir_ Kau bilang aku burung?Jangan sekali-kali berkhianatkepada sungai, ladang, dan batu.Aku selembar daun terakhiryang mencoba bertahan di rantingyang membenci angin.Aku tidak suka membayangkankeindahan kelebat dirikuyang memimpikan tanah,tidak mempercayai janji api yang akan menerjemahkankuke dalam bahasa abu.Tolong tafsirkan akusebagai daun terakhiragar suara angin yang meninabobokanranting itu padam._ Tolong tafsirkan aku sebagai hasratuntuk bisa lebih lama bersamamu.Tolong ciptakan makna bagiku,apa saja — aku selembar daun terakhiryang ingin menyaksikanmu bahagiaketika sore tiba.ReplyForward |