Puisi Sapardi Djoko Damono

Ini sajak *SDD*
_1. Pada Suatu Hari Nanti_
pada suatu hari nanti jasadku tak akan ada lagi tapi dalam bait-bait sajak inikau takkan kurelakan sendiri 
pada suatu hari nanti suaraku tak terdengar lagi tapi di antara larik-larik sajak ini kau akan tetap kusiasati 
pada suatu hari nanti impianku pun tak dikenal lagi namun di sela-sela huruf sajak ini kau takkan letih-letihnya kucari    
_2. Aku Ingin_
aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu 
aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada 
_3. Yang Fana Adalah Waktu_ 
Yang fana adalah waktu. Kita abadi: memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa 
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu. Kita abadi 
_4. Sajak-sajak Kecil Tentang Cinta_
mencintai angin harus menjadi siut mencintai air harus menjadi ricik mencintai gunung harus menjadi terjal mencintai api harus menjadi jilat 
mencintai cakrawala harus menebas jarak 
mencintai-Mu harus menjelma aku 
_5. Hujan Bulan Juni_
tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu 
tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu 
tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu 
_6. Hanya_
hanya suara burung yang kau dengardan tak pernah kaulihat burung itutapi tahu burung itu ada di sana
hanya desir angin yang kaurasadan tak pernah kaulihat angin itutapi percaya angin itu di sekitarmu
hanya doaku yang bergetar malam inidan tak pernah kaulihat siapa akutapi yakin aku ada dalam dirimu
_7. Hatiku Selembar Daun_ 
Hatiku selembar daunmelayang jatuh di rumput;
Nanti dulu,biarkan aku sejenak terbaring di sini;ada yang masih ingin kupandang,yang selama ini senantiasa luput;
Sesaat adalah abadisebelum kausapu tamanmu setiap pagi.
_8. Dalam Doaku_
dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis, yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu, yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan mangga itu 
dalam magrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang turun sangat perlahan dari nun jauh di sana, bersijingkat di jalan kecil itu, menyusup di celah-celah jendela dan pintu, dan menyentuh- nyentuhkan pipi dan bibirnya di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku     
dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku, yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku 
aku mencintaimu, itu sebabnya aku tak pernah selesai mendoakan keselamatanmu 
_9. Tentu. Kau Boleh_
Tentu. Kau boleh mengalir di sela-sela butir darahku, keluar masuk dinding-dinding jantungku, menyapa setiap sel tubuhku. 
Tetapi jangan sekali-kali pura-pura bertanya kapan boleh pergi   atau seenaknya melupakan percintaan ini 
Sampai huruf terakhir sajak ini, Kau-lah yang harus bertanggung jawab atas air mataku.  
_10. Sajak Tafsir_ 
Kau bilang aku burung?Jangan sekali-kali berkhianatkepada sungai, ladang, dan batu.Aku selembar daun terakhiryang mencoba bertahan di rantingyang membenci angin.Aku tidak suka membayangkankeindahan kelebat dirikuyang memimpikan tanah,tidak mempercayai janji api yang akan menerjemahkankuke dalam bahasa abu.Tolong tafsirkan akusebagai daun terakhiragar suara angin yang meninabobokanranting itu padam._
Tolong tafsirkan aku sebagai hasratuntuk bisa lebih lama bersamamu.Tolong ciptakan makna bagiku,apa saja — aku selembar daun terakhiryang ingin menyaksikanmu bahagiaketika sore tiba.ReplyForward

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *