Tafsir Abdul Qodir Jaelany

SETELAH 800 TAHUN MENGHILANG TAFSIR SYEKH ABDUL QODIR AL JAILANI AKHIRNYA DITEMUKAN DI PERPUSTAKAAN VATIKAN
Siapa sangka kalau ternyata Syeikh Abdul Kadir Al Jailani pernah menulis tafsir Al Qur’an 30 Juz 800 tahun silam. Kitab tafsir ini menjadi monomental tidak hanya karena selama ini tersimpan di Vatikan tapi juga karena kitab ini baru ditemukan oleh cicit Sulthanul Aulia’ tersebut setelah 8 abad dinyatakan hilang.
Penemuan karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani oleh cucu ke-25-nya sendiri, Syekh Dr. Muhammad Fadhil, membuat dunia akademik dan pengamal tarekat/tasawuf terkagum-kagum. Bagaimana tidak? Naskah ini selama 800 tahun menghilang dan baru ditemukan secara utuh di Vatikan. Manuskrip yang berisi 30 Juz penuh ini tersimpan secara baik di perpustakaan.
Tak ada yang menyangka sebelumnya bahwa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menulis kitab tafsir Al-Quran 30 juz yang mengulas ayat-ayat Al-Quran. Kita seolah-olah mempelajari samudra tasawuf dari ayat ke ayat. Dan, alhamdulillah, Tafsir Al-Jailani, yang dalam bahasa Arab telah diterbitkan oleh Markaz Al-Jailani Turki (6 jilid), kini telah berhasil diterjemahkan dalam bahasa Indonesia/Melayu menjadi 12 Jilid. Hingga hari ini, Markaz Jailani Asia Tenggara baru mencetak 2 jilid pertama.
Para salik yang berada di Indonesia, Malaysia, Brunei, Thailand dan Singapura yang berbahasa Melayu bisa mempelajari makna-makna penting tasawuf yang diajarkan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dengan mudah.
Kami sangat berterima kasih dengan perjuangan penelitian dan penyelidikan yang dilakukan oleh Syekh Dr Muhammad Fadhil dalam menyelamatkan manuskrip-manuskrip langka ini. Terutama yang berkaitan dengan Tafsir Al-Jailani. Kami terharu ketika mendengarkan langsung kisah pengkajian dan penelitiannya selama puluhan tahun.
Berikut adalah penuturan Syekh Fadhil dalam pembukaan kitab Tafsir Al-Jailani yang ditelitinya:
“Saya tumbuh besar di bawah pendidikan kakek saya Sayyid Syarif al-Alim al-Muqtada bin wa al-Quthb al-Kamil asy-Syaikh Muhammad Shiddiq Jalilaniy al-Hasaniy. Ayah saya bernama Sayyid Syarif al-Alim al-Allamah wa al-Bahr al-Fahhamah Syaikh Muhammad Faiq Jailaniy al-Hasaniy.
Setelah saya mendatangi Madinah Munawwarah dan tinggal di kota ini, saya pun mulai mencari kitab-kitab Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy Radhiyallahu ‘Anhu pada tahun 1977 M di Madinah al-Munawwarah dan kota-kota lainnya sampai tahun 2002 M.
Setelah tahun itu, saya menghabiskan seluruh waktu saya untuk mencari kitab-kitab sang Syaikh Radhiyallahu ‘Anhu, dan sampai hari ini saya masih terus melanjutkan pencarian itu.
Saya telah mendatangi sekitar lima puluh perpustakaan negara dan puluhan perpustakaan swasta yang terdapat di lebih dari 20 negara. Bahkan ada beberapa negara yang saya datangi sampai lebih dari dua puluh kali.
Dari proses panjang itu saya berhasil mengumpulkan tujuh belas kitab dan enam risalah yang salah satunya adalah kitab tafsir ini yang menurut saya, tidak ada bandingannya di seluruh dunia.
Dari perjalanan saya mendatangi beberapa pusat-pusat ilmu pengetahuan, saya pun mengetahui bahwa ada empat belas kitab karya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy yang dianggap punah. Oleh sebab itu, saya terus melakukan pencarian kitab-kitab tersebut di pelbagai perpustakaan internasional setelah kitab tafsir ini selesai dicetak dan diterbitkan, insya Allah.
Sungguh saya sangat bergembira dan bersyukur kepada Allah SWT ketika saya mengetahui bahwa jumlah lembaran tulisan karya kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy radhiyallâhu ‘anhu yang berhasil saya kumpulkan mencapai 9.752 lembar. Jumlah itu tidak termasuk tulisan-tulisan yang akan kami terbitkan saat ini dan beberapa judul yang hilang. Tentu saja, semua ini membuat saya sangat gembira dan bangga tak terkira kepada kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy r.a.
Ada sebuah pengalaman menakjubkan yang saya alami ketika saya mendatangi negeri Vatikan untuk mencari karya-karya sang Syaikh di perpustakaan Vatikan yang termasyhur. Ketika saya memasuki negara Vatikan, petugas imigrasi bertanya kepada saya tentang alasan saya mengunjungi Perpustakaan Vatikan. 
Pertanyaan itu dijawab oleh seorang kawan asal Italia yang mendampingi saya dengan mengatakan bahwa saya sedang mencari buku-buku karya kakek saya Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy. Saya kaget ketika tiba-tiba saja, petugas itu langsung berdiri dan berhormat seraya berkata: “Ya, ya, Sang Filsof Islam, Abdul Qadir al-Jailaniy.” 
Setelah saya memasuki Perpustakaan Vatikan, saya menemukan pada katalog perpustakaan dan beberapa buku yang ada di situ sebuah tulisan dalam Bahasa Italia yang berbunyi: “Filsuf Islam“, dan dalam Bahasa Arab: “Syaikh al-Islâm wa al-Muslimîn“.
Dua gelar ini tidak pernah saya temukan di semua perpustakaan yang ada di tiga benua kecuali hanya di sini. Di Perpustakaan Vatikan saya juga menemukan sebuah tulisan tentang Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy yang berbunyi: “Sang Syaikh Radhiyallahu ‘Anhu membahas tiga belas macam ilmu.”
Kisah ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua. Bagaimana mungkin, karya-karya monumental Syekh Abdul Qadir Al-Jailani justru tersimpan rapi di perpustakaan di Vatikan? Kemana saja ahli-ahli sejarah kita? Mengapa karya sehebat itu “hilang” selama berabad-abad?  Jangan-jangan masih banyak karya-karya besar ulama Islam yang justru diabaikan oleh kaum muslimin”.
Atau jangan-jangan selama ini lebih fasih orang Katolik mempelajari karya-karya Syekh Abdul Qadir Jailani daripada kita yang setiap bulan ikut Manaqib Syekh Abdul Qadir?
Kitab Tafsir Al-Jailani karya Syekh Abdul Qadir Al Jailani, bisa menjadi rujukan bagi pembelajar ilmu tasawuf. Peminat tasawuf dapat mempelajari makna-makna Al Qur’an dengan batin dan ruh tasawuf dengan bimbingan Sulthonul Auliya ini. Bagai menyelami samudera syariat, thariqat, makrifat dari ayat ke ayat. Cocok sebagai referensi dalam berguru kepada Sang Mursyid.
“Dalam kitab ini, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani tidak sekadar menafsirkan Al-Qur`an dengan pola tafsir yang hanya mengandalkan ilmu dan pemahaman seperti yang lazim terdapat dalam pelbagai kitab tafsir …lain. Tetapi, tafsir ini lebih banyak bertumpu pada pemaparan ilhami yang menghidupkan ruh serta dapat menumbuhkan ketakwaan di satu sisi, dan di sisi lain mampu mengikat murid dengan gurunya, sehingga sang guru dapat terus meningkatkan kualitas murid hingga mencapai derajat setinggi mungkin.”
-Syekh Dr. Muhammad Fadhil Al-Jailani Al-Hasani-(Pendiri dan Penasehat Utama Markaz Al-Jailani Internasional, Pentahkik kitab Tafsir Al-Jailani)
“Semoga dengan penerjemahan dan penerbitan Tafsir Al-Jailani karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam bahasa Indonesia/Melayu oleh Markaz Jailani Asia Tenggara, umat Islam di seluruh Nusantara dapat belajar, memahami dan mendalami ajaran-ajaran syariat, tarekat, makrifat dan hakikat dari ayat ke ayat dalam Al-Qur’an.”
-Syekh Rohimuddin Nawawi Al-Jahary Al-Bantani-(Penasehat Markaz Jailani Asia Tenggara dan Direktur Dar Al-Hasani, Kelantan Malaysia)
– Selama 800 tahun Tafsir Al-Jailani karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani “hilang” atau “dihilangkan.”– Karya ini ditemukan di Vatikan oleh cucu ke-25-nya, Syekh Dr. Muhammad Fadhil.– Ayat demi ayat ditafsirkan dengan cara penuturan dan ungkapan yang mudah, singkat dan sistematis.– Teknik penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an (Al-Qur’an bi Al-Qur’an).– Syekh Abdul Qadir secara cerdas mengulas ayat-ayat tentang hukum, fiqih, tauhid, hadis dan tasawuf dengan terang dan jelas.– Tafsir ini tergolong Tafsir Isyari—meski tidak semua ayat ditafsirkan secara isyari— disampaikan dengan mengagumkan, baik yang tersirat dalam alam dan tersurat dalam Al-Qur’an sangat sistematis, runtut, teratur dan sempurna.– Karya ini dapat menjadi rujukan utama para salik dalam menempuh jalan sufi.Ketinggian ilmu hadis, syariat, fiqih, ilmu kalam, ulumul-Quran dan tasawuf yang dimiliki Syekh Abdul Qadir mendudukan buku ini sebagai kitab Tasawuf tingkat tinggi (first class).–Karya ini diterima dan tersebar di seluruh dunia Islam serta diakui oleh para ulama, seperti Syekh Dr. Ali Jumu’ah (Mufti Mesir), Mufti Syria, Mufti Libanon, serta para Syekh sufi seperti murabbi besar Syekh Youssef Riq al-Bakhour dan lain-lain.
Syekh Dr Muhammad Fadhil, sebagai Ahli Peneliti Utama karya-karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani meyakini bahwa Kitab Tafsir ini adalah salah satu karya sultan para wali, Imam Agung Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yang telah menghilang selama 800 tahun lebih dari dunia Islam. Ini dinyatakan Syekh Muhammad Fadhil, setelah melakukan penelitian dan analisa selama kurun waktu 30 tahun, serta belasan kali pembacaan ulang. Pernyataan tersebut bukanlah ungkapan subyektif dan emosional semata, namun berdasarkan fakta dan data-data filologis yang valid dari manuskrip-manuskrip yang dikajinya.
Harus diakui bahwa terdapat sejumlah kalangan yang meragukan penemuan ini, dengan melakukan penolakan dan pelecehan atas penisbatan kitab ini kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Pandangan-pandangan semacam ini muncul di website tertentu. Mereka berdalih bahwa di dalam kitab ini terdapat banyak ungkapan dan terminologi yang tidak dapat dipahami. Bahkan, ada yang menilai sebagai pandangan kafir. Bahkan, yang paling ironis, pandangan itu justru muncul dari ulama kontemporer yang telah memahami terminologi tauhid dzauqi ahli sufi.
Memang terdapat beberapa paradoks dalam Penisbatan Tafsir ini kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani seperti dalam mukadimah kitab ini disebutkan, “… Kemudian ketika futûh yang dibukakan dan diberikan Allah secara murni dari pemberian-Nya itu semakin jelas, maka dinamakanlah (kitab ini) dengan nama yang diperoleh dari sisi-Nya, ‘Al Fawâtîh al-Ilâhiyah wa al-Mafâtîh al-Ghaibiyah al-Mudhîhah li al-Kalim al-Qur’âniyah wa al-Hikam al-Furqaniyah.’” Berangkat dari ungkapan inilah kemudian Haji Khalifah dalam kitabnya, “Kasyfudz Dzunûn”, 2/1292 dan Al-Zarkali dalam kitabnya, “Al-I’lâm”, 8/39, serta Kamus Kumpulan Pengarang Kitab, menisbatkan kitab ini kepada Syekh Nikmatullah bin Mahmud An-Nakhjawani (w. 920 H), seorang sufi tarekat al-Qadiriyah asal Uzbekistan.
Namun demikian, peneliti kitab ini, Syekh Dr. Muhammad Fadhil, telah melampirkan bukti keotentikannya berupa salinan manuskrip (yang di dalamnya penyalin tafsir menuliskan pada setiap akhir Juz 1 hingga Juz 3 kalimat berikut, “Telah selesai Juz 3 dari tafsir Sulthan al-‘Ârifîn Sayyidi Abdul Qadir Al-Jailani qaddasallah sirrah.” Dan, dalam salinan manuskrip (ج) telah dituliskan pula pada Juz 1, “Juz pertama dari tafsir Al-Qur’an karya Maulana pemilik cahaya rabbâni, organ shamadâni, Imam Para Arif, Mahkota Agama, quthb yang sempurna Sayid Abdul Qadir Al-Jailani…”
Selain itu, Mufti Iraq, Al-‘Âlim al-‘Allâmah Syekh Abdul Karim Basyarah Al-Mudarris menyebutkan dalam kitabnya, “Isnâd al-‘Alam ila Hadrah Sayyid al-‘Âlam” tentang beberapa karangan Quthb Ar-Rabbani al-Gauth ash-Shamadani Quthb Baghdad Abu Shalih Muhyiddin Syekh Abdul Qadir Al-Jailani qadassallah sirrah, bahwa Syekh Abdul Qadir memiliki berbagai karya, yang di antara karya besarnya adalah Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhîm dalam 6 jilid yang salah satu salinannya terdapat di Tharablus, Libya dan belum dicetak hingga sekarang. Para Nuqabâ’ (pimpinan keluarga Al-Jailani) Baghdad pernah berencana mencetaknya, namun karena beberapa halangan maka tidak dapat dicetak.
Bahkan, setelah melalui kajian, pengamatan serta perbandingan terhadap gaya bahasa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani melalui karya-karya beliau yang terkenal seperti, Al-Gunyah, Fathurrabbani, Futuh Al-Ghaib, dan lainnya, maka dapat dipastikan bahwa penisbatan kitab ini kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah benar adanya.
Bagi yang telah membaca secara teliti kitab ini menggunakan feeling ilmiah dengan cermat berdasarkan dalil aqli dan naqli serta perbandingan berbagai uslub dan “sidik jari ilmiah” penulisnya, akan tahu pasti dan yakin bahwa pengarangnya adalah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Sebagaimana pula diakui oleh para pemelihara peninggalan Al-Qadiri di Baghdad bahwa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani memang memiliki karya tafsir.
Namun, jika sekadar dilihat dari sejarah dan perkembangan terminologi sufi yang ada di dalamnya, maka tidak dipungkiri bahwa Tafsir Al-Jailani ini telah mengalami format ulang serta penyempurnaan, terutama oleh tokoh sufi Al-Qadiri yang bernama Nikmatullah An-Nakhjawani, sehingga menjadi lebih sistematis dan sempurna seperti yang ada saat ini.
Adapun terkait penamaannya sebagai “Tafsir Al-Jailani” maka itu semata-mata merupakan gagasan dari penelitinya. Ketika saya tanyakan alasannya, beliau menjelaskan bahwa penemuan serta penelitian manuskrip kitab ini telah memakan waktu selama 30 tahun dan beliau takut jika suatu ketika karya ini “dicuri” oleh peneliti gadungan yang banyak tersebar di Arab, sehingga usaha beliau untuk memunculkan karya-karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani yang masih terkubur akan terganggu dan diselewengkan untuk tujuan materialistis belaka dan sebagai mata pencaharian semata.
Sebenarnya, mulai dari mukadimah segala perkara yang berhubungan dan berkaitan dengan Al-Qur’an dan tafsirnya telah dipaparkan oleh pengarangnya sehingga tampak nyata bahwa tafsir ini adalah karya besar beliau sendiri. Jika pembaca tekun dan telaten, pasti akan tampak baginya bahwa beliau dalam kitab ini, secara tekstual banyak mengutip dari karya guru yang dikaguminya yaitu Syekh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya “Muqaddimah fî Ushûl At-Tafsîr.” Dan, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah praktisi handal yang mampu memetakan seluruh pemikiran Tarbiyah Ruhiyah Sufiyah konseptor ulung, yaitu Imam Al-Ghazali.
Dilansir dari Muslimedia Newssumber  via mistikus-sufi.blogspot.comReplyForward

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *