Rochmad Wahab

BANGKIT DI BALIK KETERBATASAN0leh Rochmat Wahab
Umumnya orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, emosi dan sosial dalam penampilannya seringkali dibarengi dengan apologi. Tidak bisa melihat atau buta, tidak bisa berjalan karena salah satu atau kedua kaki atau tangannya cacat, atau keterbatasan lainnya terus meminta-minta di perempatan jalan atau dari rumah ke rumah. Secara selintas perilaku ini bisa dimaklumi. Namun bagi siapapun yang cacat seperti tetsebut yang memiliki hati dan spirit  terpuji, mereka tidak berhenti berusaha untuk mengeksplorasi potensinya, sehingga mereka bisa hidup mandiri  baik secara ekonomi maupun sosial. 
Individu yang cacat atau berkebutuhan khusus itu ada yang tingkat tingkat berat, menengah dan ringan. Ada yang mereka yang tidak bisa mengatasi hidupnya sendiri dan bergantung orang lain, setengah tergantung dan setengah mandiri serta ada yang mandiri. Soal kemandirian umumnya tergantung pada tingkat berat dan ringannya. Namun ada yang cacat tingkat berat pun bisa mandiri. Demikian pula ada yang tingkat ringan tapi hidupnya tergantung. Semuanya itu akhirnya kembali kepada yang bersangkutan, di samping peran lingkungan yang bisa membuat mereka bisa hidup mandiri. 
Kecacatan pada seseorang itu bisa dibawa sejak lahir. Ada juga yang didapat ketika kelahiran dan setelah lahir. Yang dibawa sejak lahir memang ada sifat keturunan yang dibawa oleh orangtuanya dan ada juga akibat konsumsi obat yang mengandung unsur kimia atau benturan yang terjadi ketika hamil, apakah jatuh atau atau lainnya, sehingga mengganggu embrio yang masih ada dalam kandungan. Adapun kecacatan yang diperoleh waktu kelahiran sebagai akibat dari benturan alat bantu untuk proses kelahiran atau lainnya. Demikian juga kecacatan setelah lahir bisa akibat dari pengaruh fisik atau non fisik yang berupa jatuh atau kecelakaan, atau makan yang mengandung racun atau lingkungan sosial yang kurang kondusif, bisa lingkungan jahat dan maksiat serta media masa yang tak sehat. 
Pada kenyataannya individu yang cacat cenderung di-victimize oleh masyarakat. Anggota masyarakat menganggap mereka yang cacat itu tak berdaya (powerless). Mereka terkurangi atau terhilangkan kapasitas fisik dan mentalnya. Bahkan ekstrimnya, kehadirannya dipandang sebagai “lasykar tak berguna”, atau “anggota masyarakat yang terbuang”. Padahal tidak sedikit ditemui ada sejumlah orang cacat yang mampu tunjukkan kemampuan atau kelihaiannya dalam hal tertentu, apakah di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, atau keagamaan. Mereka yang cacat itu pada hakekatnya memiliki human right, yang wajib juga dilindungi dan dijaga serta dihargai. Karena itu tidak ada alasan untuk diabaikan atau dibuang. Betapapun terbatas potensinya atau parah kecacatannya. 
Untuk menjadi manusia yang bisa eksis dan berkembang, individu yang cacat perlu diterima dengan baik. Mereka perlu diasuh, dilatih, dibimbing, diajar, dan dididik dengan baik. Mereka perlu diasses potensinya sedini mungkin, perlu dilayani sesuai demgan kebutuhannya, perlu dibantu menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Dari berbagai perlakuan, ada anak cacat yang tumbuh dan berkembang serta berhasil dengan baik. Ada juga yang gagal dan tidak menunjukkan hasil yang terbaik. Individu cacat yang berhasil mengeksplorasi potensi dan menampilkan prestasi yang membanggakan, kadang-kadang hasilnya tidak hanya layak untuk dipamerkan saja, melainkan juga sangat layak dipasarkan dengan harga dan nilai yang sangat baik. Mereka juga tampil sangat mandiri dan membanggakan. Mereka tampil sangat mengagumkan, apakah sebagai pemain musik, penyanyi, qari’ atau qari’ah, hafidz atau hafidzah, programmer, dan sebagainya. Yang kadang-kadang melebihi dari kita yang normal, sebagaimana dibuktikan anak Autis yang hafal 30 juz Al Qur-an. Untuk mewujudkan potensi anak-anak cacat, sangat diperlukan pendidikan kompensatif, pembelajaran dengan pendekatan task analysis, pembiasaan (habituating), dan scaffolding, yang bertumpu pada kurikulum dan pembelajaran berdiferensiasi. Di samping kasih sayang dan kesabaran yang luar biasa. 
Kepada yang cacat dan memiliki prestasi yang gemilang perlu mendapatkan penghargaan dan rekognisi yang selayaknya. Dengan penghargaan yang layak dan tak berlebihan akan bisa membuat mereka bisa mempertahankan capaiannya dan memajukan prestasinya. Insentif yang baik dan sehat sangat positif pengaruhnya terhadap kinerja anak berkebutuhan khusus itu. Namun jika kita tidak peduli atau tidak memberikan apresiasi yang memadai, boleh jadi bisa men-discourage mereka. 
Tidak semua anak cacat atau berkebutuhan khusus itu memiliki semangat yang baik, dan berada di lingkungan yang kondusif atau mendukung serta menfasilitasi. Akibat yang didapat, mereka gagal hidupnya. Mereka sangat menggantungkan diri kepada lingkungan dan membebani sepenuhnya lingkungan keluarga dan masyarakat. Apapun kondisinya mereka tetap manusia. Kita perlu eksplorasi potensi yang ada, sehingga minimal mereka bisa mandiri dalam kehidupan sehari-hari. 
Di sinilah sangat diperlukan kepedulian total orangtua, masyarakat, dan pemerintah baik secara sendiri-sendiri maupun secara sinergis. Di samping itu perlu program dan tindak afirmatif dari pemerintah dan masyarakat serta dunia usaha dan dunia industri, sehingga perlu perlakuan khusus untuk mereka yang berkutuhan khusus untuk bangkit dan berikhtiar mengembangkan diri secara optimal. Tindakan mengayomi ini sesuatu yang sangat terpuji dan mampu membangun peradaban manusia. Apalagi yang tidak kalah pentingnya, adalah melakukan pembinaan kehidupan beragama bagi mereka. Walau di dunia belum bisa meraih kebahagiaan optimal, mereka masih punya harapan besar untuk meraih kebahagiaan di akhirat. Bahkan boleh jadi bisa jauh melebihi dari orang yang tinggi jabatan atau kaya raya yang tidak taat ibadahnya. 
Akhirnya bahwa kehadiran insan yang cacat atau berkebutuhan khusus harus kita apresiasi dan hargai. Mereka adalah makhluk ciptaan Allah swt yang diberi ujian kekurangan, biasanya sekaligus diberi kelebihan. Dengan sikap respek yang akan muncul adalah kelebihan di balik kekurangannya. Karena itu kita harus menjauhkan dari sikap underestimate. Buktinya cukup banyak kasus, cacat fisik, buta, dan autis tapi hafal 30 juz Al Qur-an, sebaliknya kita yang normal, gelar akademik tertinggi bahkan jabatan fungsional profesor pun banyak yang tidak bisa hafal seperti mereka. Semoga hati kita tetap terjaga sehingga bisa bersikap kepada lebih bijak dan membantu untuk tumbuh kembang mereka. Insya Allah dengan sikap kita yang positif, mereka bisa bangkit, sehingga tidak hanya mampu mandiri dalam kehidupan sehari-hari saja, tetapi bisa mandiri secara ekonomi dan sosial, secara spiritual, sehingga mereka menjadi insan yang bermartabat. Aamiin. (Rochmat Wahab, Yogyakarta, 13/08/2020, Kamis, pk 05.30)

POST-POWER SYNDROMEOleh Rochmat Wahab
Pada hakekatnya manusia bermula dari lahir, tumbuh dan berkembang mencapai puncak, menurun dan berakhir dengan wafat. Inilah sunnatullah, normalnya manusia, walau pada prakteknya ada juga yang dipanggil Allah swt, sejak lahir, usia anak dan remaja, dewasa, dan di usia senja. Semuanya itu tidak lepas dari taqdir-Nya. Di antara  proses kehidupan ini yang menarik adalah tidak semua orang yang turun dari puncak karir memiliki kesiapan yang cukup dan sehat, sehingga menjadi post-power syndrom. 
Post-power syndrome adalah gejala yang terjadi yang mana penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya (pangkat, jabatan, kesuksesannya, kecantikannya, ketampanannya, atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak bisa menerima realita yang ada saat ini. Pada masa lalu dan sebelumnya mendapatkan posisi yang membanggakan, tetapi saat ini posisi itu lepas dan dalam keadaan yang tidak ada yang dibanggakan. Hidup biasa seperti orang kebanyakan. Namun kadang-kadang tampilannya seperti pada saat berada pada posisi sebelumnya. 
Post-power syndromes tidaklah datang tiba-tiba, melainkan disebabkan oleh sejumlah Faktor, yaitu faktor stressor fisik, faktor stressor psikologis, dan faktos usia. Namun yang lebih umum dapat dilihat bahwa penyebab Post-power syndromes adalah datangnya usia pensiun, di samping turunnya dari jabatam tertentu. Walaupun secara luas bisa dimaklumi bahwa orang yang biasanya memiliki aktivitas penting, tiba-tiba berhenti, apakah karena sakit atau dihentikan dari aktivitas, tetapi tidak siap menjadi orang biasa. Memang post-power syndromes itu bisa dari faktor eksternal dan internal, tetapi yang lebih berat itu faktor internal yang disebabkan oleh ketidaksiapannya menerima kenyataannya. 
Kehadiran post-power syndromes itu tidak bisa dilepaskan dari cara pandang terhadap jabatan, pangkat, atau apapun yang membuat berada pada posisi terhormat. Jika posisi ini dianggap sebagai suatu keagungan atau kebesaran atau kehormatan, sehingga bisa dijadikan claim sesuatu untuk bisa disombongkan atau sebagai alasan untuk takabbur, maka sehabis turun dari posisi tersebut cenderung memiliki potensi post-power syndromes. Namun jika posisi atau jabatan itu sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan, maka orang itu akan bekerja dengan adil dan selalu melayani, yang pada akhirnya akan siap sekali menjadi orang biasa dan insya Allah terjauhkan dari post-power syndromes. Dengan begitu bahwa post power syndromes itu cenderung diciptakan sendiri. 
Orang yang mengalami post-power syndromes itu pada hakekatnya membikin masalah sendiri. Yang akibatnya tidak hanya merugikan diri sendiri, melainkan yang lebih parah merugikan orang lain, bahkan institusinya sendiri. Merugikan sendiri, karena dia hidup dalam bayang-bayang atau angan-angan serta menyiksa dirinya sendiri karena kepribadiannya terpecah, split personality. Merugikan orang lain, karena orang lain menjadi tidak nyaman menerima perlakuan orang yang mengidap post-power syndromes secara tidak tepat dan fair, sehingga bisa jadi timbul berontak dan konflik. Yang jelas post power syndromes merugikan semua. Tak sedikit keuntungan yang bisa dipetik. 
Untuk mengantisipasi timbulnya  post -power syndromes bisa dilakukan dengan persiapan diri menghadapi turun jabatan atau pensiun baik terkait dengan aspek fisik, psikologis maupun finansial. Menjaga kesehatan fisik dan kondisi mental. Jika persiapan dilakukan lebih lama, akan lebih baik. Juga penyediaan keuangan yang cukup untul memenuhi kebeutuhan pokok, termasuk penyediaan biaya obat untuk kesehatan. Selain itu bisa juga menyalurkan keahlian yang dimiliki pada setting yang berbeda, termasuk pengabdian untuk kegiatan sosial kemasyarakatan dan sosial keagamaan. 
Selanjutnya, jika diperlukan untuk mengatasi orang yang mengalami post-power syndromes, maka keluarga juga bisa memainkan peran. Salah satu di antaranya memberikan rekognisi bahwa dalam karirnya sudah memberikan yang terbaik semoga menjadi bagian dari amal baiknya. Walaupun sudah tidak aktif lagi baik dalam jabatan atau tugas, apa yang sudah ditinggalkan tetap berarti. Demikian juga kolega kerja tetap respek terhadap pribadi maupun karya-karya yang telah ditinggalkan. Semuanya ini diharapkan mampu menghilangkan secara perlahan-lahan gejala post-power syndromes. 
Demikianlah sekelumit tentang post-power syndromes yang perlu kita kenali. Post-power syndromes bukanlah monopoli mantan pejabat, sang juara, dan bos sukses saja, tetapi dalam batas tertentu bisa menimpa lainnya, jangan-jangan kita juga. Yang jelas post-power syndromes lebih banyak madzorot-nya, daripada maslahahnya. karena potensial timbulkan masalah psikologis dan sosial. Semoga kita terjauhkan, atau terbersihkan dari benih-benih post-power syndrome. Kita harus banyak bersyukur, menerima apa yang ada dengan qanaah, dan ikhlas terhadap taqdir Allah swt. Semakin dekat dengan akhir usia, semakin dekat dengan sang Khaliq. Semoga. Aamiin. (Rochmat Wahab, Yogyakarta, 05/08/2020, Rabu, pk 07.15)

REKOMENDASI UNTUK KEPALA SEKOLAH ERA COVID-19Oleh  Rochmat Wahab
“The principal’s role is to lead the school’s teachers in a process of learning to improve their teaching, while learning alongside them about what works and what doesn’t.” – Michael Fullan. 
Kepala Sekolah/Madrasah merupakan tenaga kependidikan yang emban amanah posisi dan jabatan yang paling penting dan strategis di setiap sekolah/madrasah. Kepala Sekolah/Madrasah memiliki peran panting yang bertanggung jawab memotivasi dan mengkoordinasikan semua unsur di sekolah/madrasah dalam menghadapi persoalan yang dibawa Covid-19. 
Kepala sekolah/madrasah ada yang bekerja optimal, tetapi ada juga yang minimal dalam mengorganisasi dan menyendalikan kegiatan pendidikan. Baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Baik dengan guru, orangtua, siswa-siswa, maupun dengan mitra lainnya. Kepala sekolah/madrasah sebagai pimpinan akademik seharusnya selalu kreatif dan proaktif dalam menghadapi berbagai persoalan yang ditimbulkan oleh Covid-19.
Sebenarnya kepala sekolah/madrasah seperti juga aktor telah menyiapkan cerita, transkrip, dan kostumnya. Namun tiba-tiba Covid-19 merubah secara dramatik yang membuat kepala sekolah/madrasah kehilangan fokus. Akhirnya kepala sekolah/madrasah langsung merubah sistem layanan pendidikan yang biasanya di sekolah, dirubah secara drastis kegiatan harus dilangsungkan di rumah sebagai konsekuensi dari kebijakan Social and Physical distancing untuk pencegahan penyebaran virus yang lebih meluas. Dengan kondisi ini sebagian kecil kepala sekolah/madrasah telah memiliki kemampuan dan relatif terlatih menghadapi persoalan yang serius dan komplek, tetapi sebagian besar kepala sekolah/ madrasah kurang pengetahuan dan pengalaman mengata persoalan pandemik. Apalagi peristiwa yang dahsyat ini terjadi seabad sekali.
Hampir semua kepala sekolah/madrasah menghadapi dan merasakan masalah yang serius. Sameer Sampat (2020) memberikan tiga rekomendasi untuk kepala sekolah/madrasah dalam menghadapi Covid-19 dengan segala dampaknya, sehingga kepala sekolah/madrasah bisa bekerja secara aktif dan produktif. Pertama, mendefisikan secara jelas peran kepala sekolah/madrasah dalam merespon krisis. Berdasarkan survai bahwa kepala sekolah/ madrasah merasa bertanggung jawab sesungguh-sungguhnya untuk menjamin kesejahteraan siswa selama krisis. Rasa tanggung jawab ini dapat dimanfaatkan selanjutnya untuk membantu masyarakat sekitar. Dengan membantu masyarakat sekitarnya bisa berarti juga bahwa Kepala sekolah/madrasah dapat membantu dalam pencegatan penularan Covid-19 yang lebih meluas.
Kedua, mendorong kepala sekolah/madrasah untuk bisa mengarahkan proses pembukaan kembali sekolah. Pembukaan kembali sekolah bukanlah pekerjaan yang mudah. Banyak hal yang harus dipertimbangkan. Ketika sekolah/madrasah akhirnya membuka kembali, kita berharap bahwa kepala sekolah/madrasah akan menghadapi suatu beban yang tinggi dalam menciptakan ruang belajar yang aman dan sehat dalam waktu yang cepat demi para siswa. Para kepala sekolah/madrasah akan menghadapi beberapa hal, di antaranya tantangan terkait dengan kesehatan dan kesejahteraan guru dan siswa, hilangnya kesempatan belajar bagi siswa selama meninggalkan sekolah, hilangnya komunikasi secara intensi antara siswa dan guru, dan menjamin suplai yang tepat untuk kepentingan proses pembelajaran sesuai dengan tatanan normal baru. 
Ketiga, mengembangkan program untuk melatih dan mengkoneksikan para kepala sekolah/madrasah. Adalah penting untuk memberikan dukungan kepada kepala sekolah/madrasah dalam menghadapi tantangan yang sangat kompleks. Bergerak menuju program pengembangan profesional secara online merupakan dukungan yang sangat penting bagi kepala sekolah/madrasah. Ketika program belajar online dimulai oleh para, maka antar kepala sekolah/madrasah bisa mengecek kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa. Untuk mengakses siswa bisa lewat orangtuanya. Jika dijumpai masalah, di antaranya ada siswa yang mengalami hambatan belajar, karena kurangnya hardware, maka Kepala sekolah bisa bergerak minta bantuan pemerintah, yang memang harus standby memberikan dukungan hardware. Dan bantuan lain diperlukan, termasuk pendampingan terhadap orangtua yang kurang terampil mendampingi anaknya.
Selain dari tiga rekomendasi untuk kepala sekolah/madrasah itu, kiranya perlu juga kepala sekolah/madrasah mendapat pelatihan dan kesempatan untuk terlibat dalam menetapkan Tatanan Normal Baru. Di samping tidak kalah pentingnya melakukan pengawalan implementasi Tatanan Normal Baru dalam aksi. Di sini dibutuhkan kepemimpinan sekolah/madrasah yang berintegritas dan kuat serta inovatif. Jika kepala sekolah/madrasah tidak melakukan reformasi diri, maka ke depan sekolah/madrasah yang tidak memiliki pimpinan yang profesional akan semakin jauh ditinggal oleh sekolah yang dinamis dan maju.
Demikianlah beberapa catatan kecil, yang diharapkan bisa menjadi renungan semua, terutama kepala sekolah/madrasah. Kita sangat menyadari bahwa kepemimpinan kepala sekolah/madrasah merupakan salah satu kunci sekolah/madrasah efektif dan bermutu. Semoga mementum yang baik ini, dengan kehadiran era Covid-19 dan Society 5.0, pilar kelima UNESCO, yaitu Learning to transform – one self and Society, kita Alan bisa berpartisipasi membangun pendidikan yang humanis dan berperadaban. Semoga. (Rochmat Wahab, Yogyakarta, 09/06/2020, Selasa, pk13.30)

MEMASTIKAN PENGELOLAAN PERSEKOLAHANOleh Rochmat Wahab
Kehadiran Covid-19 yang terus menerus membuat hidup kita bergerak tidak menentu. Termasuk di sektor pendidikan, utamanya dalam pengelolaan persekolahan. Ada yang berkeingan bahwa layanan pendidikan segera dimulai sesuai dengan kalendernya, pertengahan Juli dan awal September. Ada juga berpendapat sebaliknya dimulai Januari dan Pebruari. Ada juga pilihan kebijakan lainnya. Apapun kebijakan yang diambil diharapkan tetap fokusnya untuk memberikan layanan pendidikan yang terbaik.
Kecepatan penyebaran pandemi Covid-19 merupakan karakteristik utamanya. Akibatnya, hampir seluruh dataran jagat raya dapat ditembus. Karena wujud dan penyebarannya tidak kelihatan, maka akibatnya banyak korban kematian yang sulit dihindari. Di samping virusnya sudah bermutasi menjadi empat, juga belum ditemukan vaksin untuk penyenyembuhannya secara meyakinkan membuat kita khawatir, cemas hingga takut yang berkepanjangan. 
Demi pencegahan dan penyelamatan, muncullah gagasan untuk pencegahan penyebaran virus dengan Physical and Social Distanging, di samping cuci tangan, pakai masker,  berjemur di pagi hari untuk mendapatkan sinar matahari dan sebagainya. Untuk mewujudkan Physical and Social Distancing, salah satu cara yang efektif, bahwa semua kegiatan dialihkan ke Rumah (Work frim Home, Study from Home, Pray at Home) dengan begitu slogan Stay at Home menjadi sangat penting dan relevan. Ketika belajar dialihkan tempatnya di rumah, baik untuk pendidikan usia dini, jenjang  pendidikan dasar dan menengah, maupun pendidikan tinggi, dunia IT sudah mengalami kemajuan yang berarti. Ini suatu keberuntungan yang patut disyukuri. Dengan begitu  dalam batas tertentu sejumlah aktivitas pendidikan sudah bisa di-replace dengan sistem Daring. Walau diakui bahwa penyediaan infrastruktur (prasarana dan sarana) masih jauh dari yang ideal. Dengan kemampuan guru dan Tenaga Kependidikan yang belum sepenuhnya memadai, di samping siswa dan mahasiswanya juga. Belum lagi dikaitkan dengan kondisi geografis yang belum semuanya bisa mengakses jaringan internet dan ketidakmpuan siswa dan mahasiswa untuk memiliki hardware (gadget). Jika diakui secara jujur bahwa cara pembelajaran belumlah bisa tampil optimal. Masih banyak kurangnya terutama di daerah-daerah yang belum maju dan yang ada di resa-desa.
Mengacu kepada apa yang dilaporkan Memdikbud, bahwa sudah sekitar 95 m% sekolah bisa menggunakan pembelajaran daring. Jika benar, itu hanya formalitas. Misalkan di suatu sekolah itu biasanya ada satu rombongan belajar, yang siap mengikuti ujian nasional atau ujian sekolah yang UTBK. Sementara itu di setiap sekolah biasanya ada 5 rombongan anak lainnya di SD-MI, 2 rombongan anak lainnya di SMP-MTs dan 2 rombongan anak lainnya di SMA/SMK-MA. Ini berarti bahwa lebih banyak anak yang belum tersediakan hardware-nya. Belum lagi anak-anak yang disiapkan di sekolah. Anak-anak yang biasanya mendapat jatah hardware di sekolah belum tentu semuanya memiliki laptop atau gadget di rumqh. Dengan Daring belum tentu efektif, jika semua anak belum bisa mengikuti. Untuk itu anak-anak bisa berpartisipasi belajarnya, maka pemerintah dan mitra perlu membagikan laptop, gadget, Hp atau media lain yang diperlukan.
Kita sangat memaklumi bahwa semester kedua tahun ajaran 2019-2020, kegiatan pembelajaran masih belum berjalan secara fungsional. Karena anak-anak TK/RA, SD-MI sampai dengan SMA-MA atau SMK. Walaupun secara kasuistik, ada sejumlah sekolah/madrasah yang bisa berjalan sangat baik Daringnya. Materi pendidikan sejak awal yang lewat Daring sesuai dengan Edaran Menteri, tidak difokuskan kepada penuntasan materi Kurikulum. Anak-anak cukup diberi materi yang terkait Covid-19. Dengan begitu anak-anak mutlak tidak menuntaskan Kurikulum di Tahun berjalan. 
Sebelum membuat keputusan final uhtuk kembali belajar lagi, kita tidak bisa mengabaikan pengalaman Perancis, Finlandia dan Korea Selatan. Bahwa program kembali belajar ke sekolah lagi dengan kondisi anak dan masyarakat, serta lingkungan yang belum kondusif sangat berpotensi merugikan anak, karena kemungkinan anak atau guru/dosen atau tenaga kependidikan  terpapar tidak bisa dihindari. Memperhatikan realita yang ada berkenaan dengan terpaparnya anak sebagai akibat dari peniadaan Physical dan Social Distancing, maka program kembali ke sekolah perlu dipertimbangkan lagi dan anak-anak wajib dibelajar dari rumah. 
Menyadari akan kondisi Indonesia belakangan ini, pemerintah mengambil kebijakan perlunya New Normal dimulai dengan pertimbangan ekonomi, kesehatan dan sosial. Dengan begitu PSBB perlu dievaluasi dan dilakukan pelonggaran secara bertahap. Kebijakan ini menuai pro dan kontra. Karena kondisi objektifnya bahwa kasus Covid-19 belum menunjukkan penurunan trend yang berarti. Yang sangat dikhawatirkan terjadi serangan penyebaran virus kedua. Jika tidak terkontrol bisa jadi timbulkan bachata dan kerugian yang lebih besar.
Memperhatikan kondisi objetktif dan pengalaman negara lain dalam mengatasi Covid-19, sebaiknya pertimbangan utamanya adalah penyelamatan kesehatan anak, yang dampaknya untuk penyelamatan keluarga dan masyarakat luas. Bahwa kebijakan harus bersifat menyeluruh dan terpadu. Semua kementerian yang bertanggung jawab tentang penyelenggaraan pendidikan, Kemdikbud,  Kemenag dan Kemdagri serta Kementerian lainnya, perlu duduk bersama untuk menerapkan awal Tahun Ajaran/Akademik. Apakah tetap atau diundur satu semester. Keduanya ada plus minusnya, mana yang maslahahnya banyak itulah yang diambil, dengan tetap mempertimbangkan aspek lain yang penting. Kecepatan membuat keputusan bersama yang tepat akan bisa menenangkan kehidupan bangsa. Semua transparan dan bisa diterima oleh semua atau lebih banyak stakeholder, sehingga memudahkan implementasinya. 
Jika keputusannyq, bahwa Tahun Ajaran/Akademik Baru itu tetap, kemudian apa implikasinya, perlu diupayakan  dan dijaga dengan baik. Jika Tahun Ajaran/Akademik Baru diundur satu semester, maka apa implikasinya perlu dirumuskan dengan baik, utamanya kemaslahatan dan keterbatasannya. Apapun keputusan yang dibuat, perhatian terhadap mutu pendidikan tetap tinggi, sehingga tidak terkesan asal jalan. Apalagi sekedar mengejar formalitas. Asal sudah menggunakan sistem e-learning dan mengejar target. Ingat bahwa misi pendidikan adalah sangat mulia. Jangan sampai layanan pendidikan yang kita upayakan di tengah kesulitan apapun, mengabaikan prinsip-prinsip yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Akhirnya kita sangat menyadari bahwa kita hidup dunia ini sedang dihadapkan masalah serius yang sama, Covid-19. Kemampuan kita semua diuji untuk menghadapi musibah yang berat ini. Proses kehidupan harus tetap berjalan. Tidak boleh terjadi  pengabaian. Utamanya persoalan pendidikan. Pengelolaan pesekolahan yang efektif dan efisien sangat diharapkan. Untuk mendorong semua pihak ikut mensupport pengelolaan persekolahan sangat dibutuhkan kepastian dengan segala konsekuensinya. Hal ini tidak bisa dihadapi dengan secara setengah-setengah, namun harus total dan sistemik. (Rochmat Wahab, Yogyakarta. 03/06/2020, Rabu, pk. 09.09)

KECEMASAN SOSIAL SELAMA COVID-19Oleh Rochmat Wahab
Kehadiran Covid-19 yang tiba-tiba menjangkau ke seluruh dataran dunia sangat mengejutkan manusia seantero dunia. Karena yang diserang itu tidak pandang bulu, apapun status negaranya. Termasuk negara maju pun, bahkan negara yang memiliki teknologi medis terbaik sedunia pun terdampak. Hingga kini tanggal 1 Juni 2020 ada 2013 negara terdampak, terdapat 6.340.273 juta yang positif terkena virus Covid-19, yang sembuh 2.885.923 orang dan korban wafat sebanyak 376.219 orang atau 5,93 %. Indonesia ada 26.940 kasus, yang sembuh 7.637 orang, dan yang wafat 1.641 atau 6,09 %. Penambahan kasus yang terus menerus terutama di Indonesia inilah yang membuat kecemasan sosial terus meningkat. Walau adanya gagasan akan dimulai kebijakan New Normal, sementara itu di tengah-tengah masyarakat kondisi dan situasinya belum established benar.
Orang-orang yang hidupnya dihidapi kecemasan sosial cenderung memiliki ketakutan terhadap perlakuan yang memalukan, penghinaan, dan penolakan dari orang-orang lain. Kondisi ini bisa mengarahkan mereka untuk menolak situasi sosial yang ada. Kita sebaiknya bisa membantu orang-orang yang cemas dalam waktu-waktu  yang sulit ini, bukan malahan tambah membebani. Selama masa pandemi, orang-orang didorong untuk mengambil jarak secara fisik dengan orang-orang yang ada di sekitar rumah. 
Pengambilan jarak secara fisik bisa membebaskan diri dari orang-orang yang memiliki kecemasan sosial, tetapi  kurangnya interaksi dapat juga memelihara kecemasan sosial. Dengan begitu, bagaimanapun pembatasan jarak secara fisik dapat mempengaruhi kecamatan sosial. Jessica Caporuscio (2020) menjelaskan bahwa “Orang-orang yang memiliki kecemasan sosial sering menolak berinteraksi dengan orang-orang lain, karena ada rasa takut. Physical distancing cenderung mendorong banyak orang untuk menolak sosialisasi, yang mungkin hanya bisa terjadi  pembebasan sesaat”.  Namun, menolak interaksi sosial justru bisa memelihara kecemasan sosial. Salah satu tindakan umum untuk orang-orang yang memiliki kecemasan sosial adalah Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behavioral Therapi = CBT), yang meliputi penyingkapan situasi sosial secara bertahap. Suatu penyingkapan pada diri orang-orang yang mengalami kecemasan sosial untuk menantang pikiran dan keyakinan yang menyebabkan adanya rasa takut. Selanjutnya dilakukan secara berangsur angsur hingga kecemasan sosial berkurang secara terus menerus sampai terjadi recovery total. 
Pandemi juga bisa menciptakan sumber stress yang rapat mempengaruhi setiap orang, yang meliputì (1) khawatir tentang kesehatan dan keamanan, (2) galau mencari makanan dan kebutuhan lainnya, (3) ketegangan/problem finansial, (4) merasa terisolasi dan kesepian, dan (5) selalu berkeinginen update info tentang pandemi Covid-19. 
Kecemasan sosial tidak boleh dibiarkan secara berkepanjangan. Karena menurut banyak dokter bahwa jika kecemasan yang terjadi secara terus menerus hingga menjangkau 6 bulan dan seterusnya, maka kecemasan sosial akan semakin berat, cenderung menunjukkan gejaka baru yang ditandai dengan pobia sosial, diantaranya : (1) bicara sangat pelan, (2) memberikan jawaban terhadap setiap pertanyaan secara minimal, (3) menolak kontak mata, dan (4) merasa cemas untuk berkomunikasi dengan telpon atau video call. Intinya bahwa mereka sangat berhati-hati dalam berinteraksi, sehingga cenderung perilakunya menjadi lebih autistik. 
Physical distancing memang sangat potensial menjadikan orang semakin intens kurang interaksi. Semakin lama bisa menjadikan kecemasan sosial. Agar supaya kecemasan sosial tidak semakin berat, maka segera bisa dikompensasi dengan komunikasi virtual, baik melalui tertulis maupun media tiga dimensi, video conference atau Zoom meeting. Cara ini bisa memberikan kesempatan lebih terbuka untuk bicara dan berekspresi. Bicara dengan muatan formal akademik, maupun bicara informal yang nonakademik dengan ekspresikan perasaan dengan lebih bebas. Dengan demikian diharapkan kecemasan sosialnya bisa berkurang, optimalnya kecemasan sosialnya bisa menghilang.
Di samping dampak Pandemi Covid-19 terhadap kecemasan sosial, yang juga perlu perhatian adalah menjaga kesehatan mental. Beberapa upaya yang bisa dilakukan, di antaranya:  (1) membatasi menonton dan membaca berita, (2) mengikuti dan menjalani kegiatan rutin harian, (3) memelihara gaya hidup yang sehat, (4) menjaga dengan tertib dalam menkonsumsi obat, (5) menerapkan terapi perilaku kognitif, dan (6) menggunakan strategi psikologis lainnya. 
Akhirnya kita menyadari bahwa antara aspek fisik dan psikologis dalam tubuh kita, tidak bisa diabaikan. Walaupun semula Pandemi Covid-19 itu urusan medis yang terkait dengan potologi fisik, dalam waktu yang sama juga berpengaruh terhadap gangguan psikologis. Salah satunya adalah kecemasan sosial sebagai akibat langsung atau tidak langsung dari munculnya Physical Distancing. Persoalan ini akan lebih parah dampaknta jika tidak disikapi dengan penerimaan yang baik dan solusi dengan baik, utamanya pemanfaat komunikasi virtual yang bisa mengkompensasi kelemahan yang menempel pada physical distancing. Di samping ada upaya memanfatkan dialog langsung untuk mentransferkan nilai-nilai penting yang tidak bisa diwakili oleh komunikasi yang bersifat formal dan akademik. (Rochmat Wahab, Yogyakarta, 02/06/2010, Selasa, pk 07.16)

ANCASILA DALAM PERSPEKTIF ISLAMOleh Rochmat Wahab
Pancasila pada hakekatnya memiliki multi fungsi dan kedudukan bagi negara kesatuan Republik Indonesia, yaitu sebagai jiwa bangsa Indonesia. Kepribadian bangsa Indonesia. Dasar negara Indonesia. Pandangan hidup bangsa Indonesia. Sumber dari segala sumber hukum bagi negara Republik Indonesia. Perjanjian luhur bangsa Indonesia pada waktu mendirikan negara. Cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia. Pancasila juga bisa memainkan peran strategis sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang memiliki keragaman suku, agama, dan ras. Pancasila tidak hanya eksis, melainkan juga fungsional. Pancasila sering kali dipertentangkan dengan agama. Padahal tidak harus demikian. Bagaimana Pancasila dalam perspektif Islam. 
Kita sangat menyadari bahwa Pancasila merupakan pedoman hidup bangsa Indonesia. Sementara itu Islam merupakan pedoman hidup manusia di atas bumi untuk kehidupan di dunia dan di akhirat. Dengan begitu dalam konteks ini Pancasila merupakan bagian dari Islam. Bukan sebaliknya, bahwa Islam bagian dari Pancasila. Kita harus samakan pandangan ini untuk menghindarkan diri dari salah tafsir, yang bisa melahirkan potensi konflik yang tidak perlu.
Dalam rangka memahami dan mencermati Pancasila, kita dapat menganalisis anatominya. Bahwa Pancasila sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara telah memberikan panduan kita dalam membangun hubungan vertikal, hubungan intra personal dan hubungan interpersonal. Hubungan vertikal digambarkan dengan sila pertama. Hubungan intrapersonal digambarkan dengan sila kedua. Sedangkan hubungan interpersonal digambarkan dengan sila ketiga, sila keempat, dan sila kelima.
Dalam sejarahnya, Pancasila yang terdiri atas lima sila, pernah diupayakan oleh Soekarno untuk diringkas menjadi Trisila yang berarti Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi, dan Ketuhanan yang berkebudayaan. Setelah itu diringkas lagi menjadi Ekasila, yang berarti Gotongroyong. Walaupun upaya Soekarno ini dimaksudkan untuk penyederhaan, melainkan sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara bahwa diskripsi detil Pancasila sangat diperlukan untuk implementasinya. Hal ini sejalan dengan Rukum Iman dalam agama Islam, tidak cukup hanya dengan Beriman kepada Allah saja, melainkan perlu juga mengetahui detil rukun Iman  lainnya. Demikian juga Rukun Islam, bahwa tidaklah cukup hanya berikrar Syahadatain saja, melainkan juga perlu rukun Islam lainnya. Karena itulah, supaya Pancasila tidak dianggap sebagai slogan saja, kiranya sangat perlu dibuat detil sila-silanya untuk memudahkan dalam memahami, menghayati dan mengamalkannya.
Karena Islam diyakini sebagai pedoman hidup paripurna bagi setiap muslim, baik sebagai pribadi, warga negara, maupun khalifah di atas bumi, maka selanjutnya perlu ditukilkan beberapa nilai Islam yang bisa menjadi rujukan bagi setiap sila dari Pancasila. Bagaimana setiap nilai-nilai Islam in line dengan sila-sila dari Pancasila. Pertama, sila Ketuhanan Yang Esa. Artinya bahwa kita meyakini dan mempercayai bahwa Tuhan itu Maha Esa. Hal ini menegaskan bahwa Sang Kholiq itu Tunggal, sebagaimana yang tertuang dalam QS Al Ikhlas: ayat 1. Juga di ayat lain dan Surat lain  Huwallāhullażī lā ilāha illā huw, yang artinya Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia…”.(QS Al Hasr:23). Demikian juga ditegaskan oleh Rasulullah saw, : Bahwa Islam itu didirikan atas dasar lima perkara, (1) Persaksian bahwa tidak ada Tuhan  kecuali Allah, dan persaksian bahwa Muhammad itu Utusan Allah. Semuanya menegaskan bahwa mentauhidkan Allah itu mutlak bagi setiap warga negara Indonesia. Walau sudah fixed rujukannya, apakah warga negara, bahkan pejabat kita sudah amalkan sila pertama? Sudah, namun faktanya masih belum menggembirakan. Semuanya wajib bertekad untuk tingkatkan Iman dan taqwanya.
Kedua, sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan keberadaban dalam pergaulan antar manusia. Tidak ada yang saling mendholimi. Allah tugaskan dalam QS Ar Rahman:9, “Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu”. Juga Rasulullah saw bersabda: “Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang orang sebelum kalian adalah jika orang terhormat di antara kalian mencuri, mereka membiarkannya, namun jika yang lemah mencuri, mereka menghukumnya.” (Muttafaq ‘Alaih). Keadilan mutlak harus ditegakkan. Tidak boleh pandang bulu. Jika terjadi kecurangan dan ketidakadilan, maka kehidupan antar manusia tidak pernah aman. Dibayang-bayangi oleh ancaman. Selain daripada itu kehidupan manusia harus diwarnai dengan perilaku beradab. Allah swt berfirman dalam QS Al Qalam:4, yang artinya: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung”. Sedang­kan Rasulullah saw bersabda, yang artinya:“Bahwasanya aku (Muhammad) diutus menjadi Rasul tak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak mulia.”(HR Bukhari). Hal ini semakin menegaskan bahwa adab dan akhlaq sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari bagi setiap warga Indonesia. Jika kita benar-benar taat beragama, insya Allah otomatis bisa berbuat adil dan akhlaqnya baik antar sesama.
Ketiga, sila Persatuan Indonesia. Kita harus menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan. Walau kita beragam suku, agama, bahasa dan ras tetapi kita satu, yaitu Indonesia. Allah swt berfirman dalam QS, Ali Imran;103, yang artinya “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,…”. Yang diperkuat dengan sabda Rasulullah saw :”Al-Jama’ah adalah rahmat dan perpecahan adalah adzab.” (H.R. Ahmad). Kedua rujukan menegaskan betapa pentingnya persatuan Indonesia dan nasionalisme, sehingga pada tahun tahun 1919 keluarlah jargon “Hubbul Wathon minal Iman, yang artinya “Mencintai negara sebagian dari Iman,” (KH A Wahab Hasbullah). Semangat persatuan bukankah hasil  konvensi rakyat Indonesia, melainkan disemangati oleh nilai-nilai agama yang memandang akan pentingnya, Jamaah atau Persatuan. Untuk menjaga keberlangsungan Indonesia, common vision harus lebih diutamakan, bukan pribadi, kelompok, golongan atau parati. Dengan begitu NKRi kan terus terjaga. Bersatu kita teguh, bercerai kita jatuh. 
Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam persyawaratan/perwakilan. Kita seharusnya menjunjung tinggi wisdom dan musyawarah dalam menegakkan politik nasional. Hal ini sejalan dengan Islam yang tertuang dalam QS An Nahl:125, yang artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…”. Demikian juga dalam QS Ali Imran:159, yang artinya:  “dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”. Yang dikuatkan dengan “telah bersabda Rasulullah saw kepada Abu Bakar dan  Umar : Apabila kalian berdua sepakat dalam musyawarah, maka aku tidak akan menyalahi kamu berdua. (HR Imam Ahmad).  Begitulah Ayat Al Qur-an dan Hadits Rasulullah. Bahwa kita dalam berpolitik sangat diperlukan pikiran dan sikap yang bijak. Dengan melibatkan hati nurani dan martabat. Demikian pula dalam urusan pembuatan keputusan hendaknya lebih diutamakan dengan cara musyawarah dan mufakat. Jika upaya ini gagal, barulah dilakukan dengan voting. Inilah yang menjadi persoalan dewasa ini bahwa ada kesan bahwa  pilihan langsung merupakan praktek demokrasi yang kurang sejalan dengan rambu-rambu Pancasila.
Kelima, sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kita bertanggung jawab untuk bersama-sama menegakkan keadilan dalam kehidupan sosial dan tidak ada diskrimasi atau privilege. Rumusan ini sebenarnya merujuk pada QS. Al-Nahl : 90, yang artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan. Memberi kepada kaum kerabatnya dan Allah melarang dari berbuat keji, mungkar dan permusuhan, dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. Hal ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah saw, “Carilah keridhaanku dengan berbuat baik kepada orang-orang lemah kalian, karena kalian diberi rezeki dan ditolong disebabkan orang-orang lemah kalian.” (Dishahihkan Al-Imam Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 779). Betapa anjuran untuk berbuat adil dan kebajikan untuk seluruh rakyat Indonesia, tanpa ada diskriminasi. Pembangunan ekonomi yang seharusnya diperkuangkan adalah ekonomi kerakyatan, ekonomi syariah. Bukan ekonomi kapitalis yang berdampak terhadap ketidakmerataan kekayaan negara untuk rakyat. 
Demikianlah setelah memperhatikan uraian tersebut di atas, kita semakin mengetahui, betapa Islam telah berkontribusi banyak terhadap tegaknya konsep Pancasila. Kini persoalan yang masih dihadapi terkait Pancasila, bukanlah rumusan konsepnya. Namun konstruksi materi  dan strategi implemtasi nilai-nilai Pancasila yang belum terumuskan final. Di samping perlu ditunjukkan polical will-nya para pimpinan di semua level dan sektor di bawah Presiden dan Lembaga lainnya yang terkait. Urusan Pancasila adalah urusan dan tanggung jawab semua, bukan tanggung jawab rezim. Jika demikan maka Implementasi nilai-nilai Pancasila akan didukung oleh semua. (Rochmat Wahab, Yogyakarta, 01 Juni 2020, Senin, pk. 07.45)


(no subject)

Inboxx
Adnan Latief <a.adnanlatief@gmail.com>5:42 AM (4 hours ago)
to me

SEMBILAN NASEHAT IMAM SYAFIIOleh Rochmat Wahab
Banyak orang di muka bumi yang terlahir dan dilahirkan sebagai orang alim. Berkarakter, cerdik, pandai, dan bijak. Kehadirannya menyenangkan dan mencerahkan. Bermanfaat bagi ummat dan alam semesta. Takut kepada Allah Yang Maha Pandai dan  Maha Pencipta. Dalam sejarah kemanusiaan dan peradaban, tidak sedikit kita bisa temukan orang Alim. Salah satunya adalah Imam Syafii. Yang nama aslinya Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i al-Muththalibi al-Qurasyi. Adalah mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri mazhab Syafi’i. Banyak kalimat bijak dan nasehat baik yang telah disampaikan untuk ummat Islam, yang diharapkan sangat bermanfaat. 
Selanjutnya perkenankan pada kesempatan yang baik ini untuk sharing sembilan nasehat dari Imam Syafii bagi ummat Islam, utamanya sahabat fb semoga bermanfaat bagi kehidupan kita. 1. “Jangan cintai orang yang tidak mencintai Allah, kalau Allah saja ia tinggalkan, apalagi kamu,” (Imam Syafi’i). Ini suatu tuntunan bagi kehidupan yang baik, bagaimana kita mencintai hamba Allah yang benar. Kita hendaknya mencintai seseorang karena Allah dan bercerai dari seseorang juga karena Allah.
2. “Barang siapa yang menginginkan husnul khatimah, hendaklah ia selalu berprasangka baik dengan manusia,” (Imam Syafi’i). Kita harus biasakan berprasangka baik terhadap orang lain, positive thinking atau husnudldlon. Kita harus menghargai dan respek kepada orang lain. Berusaha menjauhkan dari prasangka jelak untuk hindari dosa. Dengan tiada dosa diharapkan wafat dengan husnul khatimah. Ingat firman Allah swt, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa (QS Al Hujurat:12), 
3. “Ilmu itu bukan yang dihafal tetapi yang memberi manfaat,” (Imam Syafi’i). Ini menegaskan bahwa kita perlu mengukuhkan ilmu amaliah, artinya ilmu itu memiliki sifat utama, yaitu amaliah, sesuatu yang harus diamalkan. Ingat suatu Mahfudzat, bahwa “Ilmu yang tidak diamalkan adalah bagaikan pohon yang tak berbuah”. Mafhum mukhakafahnya, bahwa “seseorang itu baru berilmu jika sudah diamalkan”. Karenanya budayakan diri kita dengan mengamalkan ilmu. 
4. “Jika kamu tak mau merasakan lelahnya belajar, maka kamu akan menanggung pahitnya kebodohan,” (Imam Syafi’i). Bekerja keras, belajar sungguh-sungguh itu sarat penting untuk pandai, sebaliknya jika bermalas-malasan, maka akhirnya memetik kebodohan. Ingat suatu peribahasa “rajin pangkal pandai, malas pangkal bodoh”.  Jika kita suka lelah dan malas belajar, jangan berharap kita bisa menjadi panda. 
5. “Siapa yang menasehatimu secara sembunyi-sembunyi, maka ia benar-benar menasehatimu. Siapa yang menasehatimu di khalayak ramai, dia sebenarnya menghinamu,” (Imam Syafi’i). Dalam konteks ini keikhlasan dan ketulusan menjadi faktor penting dalam pemberian nasihat. Tidak dibutuhkan sikap ria. Seiring dengan rambu-rambu Allah dalam beramal yang perlu dirahasiakan, yaitu “seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya”. Untuk supaya nasehat berarti, maka perlu dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tidak demonstratif sekalian untuk melindungi harkat yang dinasihati. 
6. “Jadikan akhirat di hatimu, dunia di tanganmu, dan kematian di pelupuk matamu,” (Imam Syafi’i). Jadikan akherat selalu di hatimu, agar kau senantiasa lalui kehidupan ini merujuk pada Allah.  Senang melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya serta merasa dekat Allah. Genggamlah dunia di tanganmu, agar kau bisa senantiasa mengendalikan kehidupanmu. Menjadikan dunia sebagai batu lompatan dan bersifat sementara. Ingatlah kematian di pelupuk matamu, agar kau tidak lengah dalam beramar ma’ruf dan bernahi munkar. Maut akan menjemput kita sewaktu-waktu, sehingga kita bersemangat untuk beramar ma’ruf dan bernahi munkar. 
7. “Amalan yang paling berat diamalkan Ada 3 (tiga). (1) Dermawan saat yang dimiliki sedikit. (2) Menghindari maksiat saat sunyi tiada siapa-siapa. (3) Menyampaikan kata-kata yang benar di hadapan orang diharap atau ditakuti,” (Imam Syafi’i). Salah satu sifat orang bertaqwa adalah berinfaq di kala longgar dan sempit. Ketika ditawari berzina orang wanita yang cantik, berani katakan “aku cinta kepada Allah”. Selanjutnya memiliki keberanian moral dengan mengatakan yang haq itu haq dan yang bathil itu bathil di hadapan musuh. 
8. “Orang yang hebat adalah orang yang memiliki kemampuan menyembunyikan kemelaratannya, sehingga orang lain menyangka bahwa dia berkecukupan karena dia tidak pernah meminta,” (Imam Syafi’i). Ketika dalam kesulitan dalam kondisi apapun tidak pernah mengeluh dan menyulitkan orang lain. Lebih baik bekerja sekeras apapun sesuai kondisinya daripada minta belas keadilan orang lain. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. 
9. “Belajarlah sebelum kamu menjadi pemimpin, sebab ketika kamu telah memimpin, tidak ada lagi waktu untuk belajar. – Imam Syafi’i. Senyampang masih muda, upayakan belajar sungguh-sungguh, sebagai investasi peradaban untuk mempersiapkan diri sebagai khalifah di atas. Ketika menjadi pemimpin, yang bisa dilakukan adalah mengeksplorasi pengetahuan dan pengalaman yang relevan dengan adaptasikan semua yang dimiliki untuk bisa menjawab persoalan pada jamannya.
Demikianlah sembilan nasehat Imam Syafi’i yang patut direnungkan diimplementasikan untuk perbaikan hidup kita masing-masing. Dengan begitu diharapkan bahwa kita bisa menjalani hidup ini dengan bahagia dan sejahtera yang mudah-mudahnya  bisa menjadi ladang kita untuk meraih kebagiaam yang haqiqi di akhirat. Utamanya dewasa ini kita merasakan kehidupan sulit sebagai akibat dari pandemi Covid-19. (Rochmat Wahab, Yogyakarta, 29/05/2020, Jum’at, pk. 19.50)

ReplyForward

MENGHARGAI HAK ANAKOleh Rochmat Wahab
“The greatest gift we can give to our children is to raise them in a culture of peace.” — Louise Diamond
Pada dasarnya secara fitrah setiap anak memiliki hak. Tidak bisa dihindari, hampir di seluruh dunia belakangan ini hak anak secara serius dipengaruhi oleh perjangkitan virus Corona. Covid-19, terbukti menjadi legacy yang sangat merusak. Kondisi ini berimbas terhadap Indeks Hak Anak (Kids Right Indexes). Walaupun Covid-19 cenderung menyerang manusia kelompok usia atas. Hal ini tidak berarti bahwa Covid-19 tidak ada hubungannya dengan kehidupan anak. Karena dalam realitasnya bahwa pandemi yang meluas itu secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi anak dalam memperoleh haknya sebagai insan.
Anak di seluruh dunia memiliki profil yang diwujudkan dalam bentuknya Indeks Hak Anak.  Yang bisa diikuti terbitnya setiap tahun yang dikeluarksn oleh Organisasi Hak Anak Internasional yang didirikan oleh Marc Dullaert. Untuk mengetahui Indeks Hak Anak, ditentukan melalui  5 indikator, yaitu (1) Hak untuk hidup (Right to Life), (2) Hak jaminan Kesehatan (Right to Health), (3) Hak memperoleh pendidikan (Right to Education), (4) Hak memperoleh perlindungan (Right to Protection), dan (5) Lingkungan yang memungkinkan Hak Anak (Enabling Environment for Child Rights). 
Penentuan Indeks didasarkan pada seberapa besar  alokasi anggaran yang disiapkan untuk memenuhi hak-hak anak. Terutama yang terkait dengan domain proteksi, kesehatan dan pendidikan. Berdasarkan konsekuensi ekonomik dari krsisis Corona, bahwa tidak ada perubahan Indeks secara cepat. Krisis ini membalikkan jarum jam terkait dengan kesejahteraan anak. Dengan demikian fokus terhadap hak anak kini lebih banyak diperlukan daripada masa-masa sebelumnya. 
David Elliott (2020) menyampaikan hasil survai terhadap lima indikator untuk menentukan Indeks Hak Anak, pada tahun 2020, bahwa dari 182 negara, ada sepuluh negara terbaik yang memberikan respek terhadap hak-hak anak, yaitu 1. Iceland (0,967), 2. Switzerland (0,937), 3. Finland, (0,934), 4. Sweden (0,915), 5.  Germany (0,908), 6. Netherlands (0,904), 7. Slovenia, (0,897), 8. Thailand (0,893), 9. France (0,891), dan 10. Denmark (0,890).  Hampir semua negara berasal sari Europa. Justru yang sangat menakjubkan adalah Thailand yang mewakili ASEAN sebagai satu-satunya negara di luar Eropa yang masuk sepuluh besar. Dengan demikian Eropa merupakan tempat surganya anak-anak. 
Tetangga kita Thailand ternyata bisa tembus 10 besar. Nah sekarang bagaimana dengan Indonesia. Tidak perlu terkejut, tetapi kita perlu introspeksi, karena posisi Indonesia cukup memprihatinkan. Di antara negara-negara ASEAN, kita juga dapat melihat nomer urutan dunia, di antaranya: 1. Thailand (8 : 0,893), 2. Malaysia (34 : 0,828), 3. Vietnam (57 : 0,786), 4. Singapura (65 : 0,775), 5. Brunai Darissalam (70 : 0,772), 6. Philippines, (80 : 0,754), 7. INDONESIA (110 : 0,677), 8. Timor-Leste (115 : 0,658), 9. Cambodia (128 : 0,606). 10. Myanmar (135 : 0,595). Melihat posisi Indonesia di antara bangsa-bangsa lain dalam memberikan layanan kepada anak masih jauh dari membanggakan. Indonesia berada pada urutan ke-110 di antara 182 negara dan urutan ke-7 di antara 10 negara di ASEAN. Di antara 5 indikator yang perlu dipenuhi hak anak yang paling baik adalah pendidikan, karena bisa mencapai ranking 78, sebaliknya hak anak yang paling jelek dipenuhi adalah kesehatan. Apalagi ini sedang dalam posisi pandemi. Pemerintah belum mampu tunjukkan kepedulian dan dukungan yang baik terhadap kesehatan. Karena itu perlu ditingkatkan terus layanan kesehatannya. Demikian pula pemenuhan hak pendidikan perlu terus ditingkatan untuk bisa memicu peningkatan kualitas SDM yang memang menjadi program prioritas. 
Adakah disadari bahwa sebagai guru dan orangtua secara sinergis bertanggung jawab menjamin hak-hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Meteka tidak bisa membiarkan anak tanpa memenuhi haj-haknya. Memang orangtua dan guru hanya bisa memenuhi hak-hak anak, yang terkait dengan kelima hak itu, namun hanya dua atau tiga hak  anak yang bisa dipenuhi orangtua dan guru. Untuk memenuhi kebutuhan yang lainnya sangat diperlukan sharing atau dukungan mitra lainnya. Yang jelas bahwa semua hak anak wajib dipenuhi sesuai dengan kemampuan. 
Pemenuhan hak anak tidak boleh menjadikan anak manja, melainkan juga harus mampu menjadikan anak mandiri. Selanjutnya perlu juga diupayakan bahwa anak-anak tidak hanya sekedar menikmati haknya, melainkan juga anak-anak wajib belajar bertanggung jawab mandiri dalam menjaga kesehatannya. Mandiri dalam belajar. Mandiri untuk melindungi diri dari berbagai ancaman lingkungan fisik dan sosial. Mandiri untuk hidup di tengah-tengah masyarakat. Mandiri sebagai warga negara dan menjadi warga negara yang baik. Mandiri dalam sebagai Tuhan dengan menunjukkan kesetiannya dalam beragama.
Akhirnya harus diakui bahwa menghargai Hak Anak meripakan kewajiban formal, sekaligus kewaiiban moral orangtua, guru, Pemerintah, dan masyarakat yang diwujudkan secara sinergis. Di tengah-menghadapi Convid-19 untuk menghargai Hak Anak juga tidak semakin mudah Namun semakin sulit dan dilematis. Jika anak-anak harus kembali ke sekolah dalam kondisi yang belum bersih dari virus Corona, maka anak-anak bisa terpapar virus. Sebaliknya jika anak-anak tinggal di rumah dalam belajarnya, sedangkan di rumah orangtua belum tentu siap mendampingi belajar anak dan belum dapat dukungan akses jaringan listrik dan internet serta hardware (laptop/gadge/kuota), maka anak-anak akan sulit mengikuti daring. Kondisi ini sangat membutuhkan kebijakan yang komprehensif untuk bisa memenuhi hak anak. Semoga Pemerintah mampu tunjukkan political will-nya untuk bisa menggenjot pemenuhan hak anak, sehingga posisinya tidak terpuruk. (Rochmat Wahab, Yogyakarta, 28 Mei  2020, Kamis,  pk.20.00)ReplyForward

SELAMATKAN HALAL BI HALALOleh Rochmat Wahab
“Maka apa kiranya jika kamu berkuasa akan membuat kerusakan di bumi dan memutuskan silaturahmi, Mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan ditulikan telinga mereka dan dibutakan mata mereka.” – (QS. Muhammad: 22-23)
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maha hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi.” – (HR.Bukhari)
“Barangsiapa ingin dilapangkan baginya rezekinya dan dipanjangkan untuknya umurnya hendaknya ia melakukan silaturahim.”  – (HR. Bukhari dan Muslim).
Manusia itu pada hakekatnya sebagai makhluk individu, sekaligus sebagai makhluk sosial. Walaupun manusia itu diciptakan paling sempurna, tetapi manusia itu juga tempat lupa dan berbuat salah (peribahasa Arab). Karena itu bisa dimaklumi jika pikiran, sikap dan ucapan dan perilaku bisa terjadi salah. Sesuatu yang salah, apakah yang bersifat sepele (trivial) maupun serius tidak bisa diabaikan. Boleh jadi bisa berdampak terhadap eksistensi antar pribadi. Di sinilah kehadiran halal bi halal sangat penting, karena bisa bermanfaat men-ishlahkan kita. 
Manusia itu unik, tidak ada satupun yang sama. Hal ini dibuktikan dengan kehadiran manusia dari seorang laki-laki dan perempuan, yang selanjunya Allah swt menjadikannya bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Keragaman individual ini tidaklah dibiarkan oleh Allah swt, namun secara sunnatullah mereka harus saling mengenal dan membantu. Mari kita cermati firman-Nya. “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal… “ (QS Al Hujurat : 13). 
Karena kealpaan dan kesalahan, diri kita menjadi jelek dan kotor. Kondisi ini bisa mengganggu hati kita, yang akhirnya mengganggu hubungan kita dengan Tuhan dan hubungan kita dengan sesama. Persoalan yang demikian tidak bisa kita abaikan atau biarkan. Kita harus segera turun  tangan dengan melakukan pembersihan diri atau tazkiyatun nafsi. Tazkiyatun nafsi bisa kita lakukan dengan istighfar atau taubat, sholat, beramal sholeh, dan atau puasa serta  memaafkan atau meminta maaf. 
Seluruh Bani Adam (manusia) banyak melakukan kesalahan (dosa), dan sebaik-baik manusia yang banyak kesalahannya (dosanya) adalah yang banyak bertaubat.” (HR, at TirmidI, Ibnu amanah). Inilah jalan terbaik yang dapat dilakukan untuk membersihkan diri dari persoalan dan kesalahan/dosa terhadap Allah swt. Manusia harus dewasa dan matang untuk mempertanggungjawabkan setiap kesalahan/dosa. Kita harus tunjukkan sportivitas kita, sehingga tidak membebani atau akan membebani orang lain, utamanya pimpinan. Karena keberanian mempertanggungjawabkan kesalahan yang telah dilakukan itu merupakan sesuatu yang sangat terpuji. “Sesungguhnya ama-amal yang sholeh itu menghapus dosa” (QS. Hud:114). 
Dalam beragama kita terikat hubungan yang seimbang secara vertikal dan horizontal. Kita tidal hanya menguatkan hubungan vertikal saja, melainkan juga hungan horisontal. Sebagaimana yang Allah swt tegaskan “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai …” (QS Ali Imran:103). Di sini jelas sekali penekanannya, tunjukkan loyalitas dan ketaatan kepada Allah swt situasi dan kondisi apapun. Demikian juga dalam waktu sama kita  membangun hubungan antar dengan baik, respek dan kasih sayang, terjauhkan dari konflik dan cerai berai. 
Dalam membangun hubungan yang baik, damai, dan harmoni, kita sangat memerlukan silaturahmi. Silaturahim merupakan kegiatan yang sangat dianjurkan dan diajarkan oleh Nabi saw. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda, “Tidak ada dosa yang pelakunya lebih layak untuk disegerakan hukumannya di dunia dan di akhirat daripada berbuat zalim dan memutuskan tali persaudaraan” (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi). Mengingat pentingnya menjaga silaturahim maka bisa dimaklumi Syawal kita mengadakan Halal BI Halal. Di samping ada acara pulang tahunan dari rantaun yang sering kita sebut mudik. 
Halal bi Halal menjadi momen yang sangat tepat untuk memperbaharui dan mempererat persaudaraan. Aktivitas manusia yang begitu sibuk, bahkan sering mengharuskannya jauh dari kerabat, sangatlah membutuhkan suasana Halal bi Halal. Suasana yang sarat dengan sentuhan emosional. Meski, merupakan tradisi yang lahir dari bangsa Indonesia, Halal bi halal adalah salah satu bukti keluwesan ajaran Islam dalam implementasi nilai-nilai universalitasnya. Nilai universalitas silaturrahmi yang diajarkan bisa menjelma menjadi beragam acara sesuai dengan kearifan lokal masing-masing daerah, dengan catatan tetap mengindahkan norma-norma Islam yang sudah ditentukan. Karena itu kita harus menjaga jangan sampai dikotori dengan acara yang bertentangan dengan nilai Islam.
Di satu sisi bahwa Halal bi Halal itu memiliki hikmah yang banyak sehingga perlu kita jaga dan lestarikan, baik di rumah, di tempat ibadah, di masyarakat, di kantor, maupun  di mana saja. Namun di pihak lain bahwa saat ini kita  berada pada masa pandemi Covid-19. Dengan adanya kebijakan social and physical distancing, kita tidak bisa leluasa melaksanakan Halal bi Halal. Karena nilai yang dikandung Halal bi Halal sangat tinggi, jikalau tidak ada rotan, maka akarpun jadi. Artinya jika tidak bisa kita laksanakan Halal bi Halal secara konvensional, maka kita laksanakan dengan menggunakan jasa IT, seperti Aplikasi Zoom Meeting. Untungnya sekarang tepat meledaknya aplikasi Zoom Meeting dan sejenisnya, sehingga dengan cepat bisa mensubstitusi acara dialog secara virtual yang bisa mendekati realita. Walaupun baru bisa men-cover sebagian kebutuhan untuk suksesnya acara.
Berkaitan dengan penyelenggaraan Halal bi Halal virtual sangatlah dimungkinkan bisa mengganti Halal bi Halal konvensional, hanya saja yang tidak bisa dilakukan adalah acara jabat tangannya. Memang posisi jabatan dalam Islam itu sangat penting. Sebagaimana sabda Rasulullah saw “Tidaklah dua orang Muslim bersua kemudian mereka berdua saling berjabat tangan kecuali diampuni (dosa) keduanya sebelum mereka berpisah.” (HR Abu Daud dan Tirmizi). Inilah tang menjadi titik lemah Halal bi Halal virtual. Itu sangat disadari semua. Yang penting ada forum secara terbuka yang bisa dimanfaatkan oleh pimpinan atau semua untuk bisa saling menyampaikan doa, permohonan maaf dan pemberian maaf secara langsung lewat dunia digital. Saya yakin Allah swt sangat bijak, dan akan diberlakukan sebagai tindakan daturat, sehingga dengan sifara Rahman dan Rahim-nya Allah swt, insya Allah nilai Halal bi Halal virtua. di hadapan Allah swt tetap terpuji. Wallahu a’lam bish shawaab.  Demikianlah beberapa hal yang patut kita fahami dan maklumi. Halal bi Halal yang menjadi tradisi baik di tengah-tengah ummat Islam perlu terus dijaga karena nilai keutamaannya. Dengan tetap ingin melindungi kesehatan ummat dan mengikuti kebijakan pemerintah, Halal bi Halal bisa kita kemas dengan cara yang lebih bijak. Ummat Islam yang berada di daerah hijau secara ekstrimnya, mereka bisa melaksanakan Halal bi Halal sebagaimana biasanya. Namun sebaliknya, ummat Islam yang berada di daerah merah dan kuning mendekatkan merah, sebaiknya Halal bi Halal dilangsungkan dengan modifikasi cara, yaitu dengan jasa digital. Dengan begitu diharapkan secara formalitas dapat dipenuhi, namun secara substantif bisa diupayakan secara optimal. Semoga tradisi Islam yang untuk silaturahim bisa dijaga dengan baik dan menyenangkan semua pihak dengan selalu mengharapkan ridlo Allah swt. (Rochmat Wahab, Yogyakarta, 26 Mei 2020 / 3 Syawal 1441, pk 16.30)

RAMADAN DAN IDUL FITRI YANG UNIKOleh Rochmat Wahab
Puasa Ramadan dan Idul Fitri tahun ini, 1441 H  adalah unik, karena selama hidup 63 tahun tidak pernah menjumpai peristiwa dan kondisi seperti ini. Setiap tahun ya as a usual. Malah berdasarkan Sejarah Kesehatan Dunia bahwa kejadian pandemi berskala besar dan menjangkau hampir seluruh dataran dunia, terjadi setiap 1 abad. Konon pandemi Covid-19 masih terus bergerak. Kini berdasarkan informasi terakhir pada tanggal 24 Mei 2020, pk 15.32 bahwa Covid-19 telah menjangkau 188 negara, 5.324.933 kasus Corona, 2.119.237  sembuh, dan 342.341 wafat. 
Awalnya puasa dan kegiatan dirasa berat karena harus mengikuti kebijakan terkait dengan penangan Covid-19. Adanya modifikasi dan penyesuaian ibadah dan tempatnya berdasarkan fatwa MUI dan Ormas Islam, serta Ulil Amri terkait dengan bidang Kesehatan, pendidikan, agama, aparat sipil dan negara, ekonomi, keamanan dan bidang-bidang  lain yang terkait. Namun pada akhirnya dari waktu ke waktu kita bisa lakukan  serangkaian ibadah di rumah, dengan mengosongkan semua masjid dan mushola, yang tidak pernah terjadi selama ini. Bahkan Masjidil Haram dan Masjid Nabawai yang biasanya penuh sesak menjadi kosong melompong. Kecuali di sejumlah masjid di zona hijau masih dimungkinkan untuk bisa melaksanakan sholat fardu dan Taraweh berjamaah dan di dua masjid, Haramain. Dengan tetap mengikuti Protokol Kesehatan. Walaupun semula Haramain ditutup, namun akhirnya dibuka  yang hanya untuk para pekerja dan yang merawat dan menjaga sekuritinya. 
Walaupun dengan segala “keterpaksaan”, Sholat Fardlu dan Taraweh berjamaah di rumah bisa diupayakan dengan optimal. Biasanya yang memiliki tugas dari masjid ke masjid. Kini cukup fokus di rumah. Tentu bisa menambah kasih sayang antar keluarga. Berbuka dan bersahur di rumah dengan menikmati masakan sendiri yang tidak kalah lezatnya bila dibandingkan dg berbuka di luar. Selain itu juga bisa mengecek seberapa disiplin anggota keluarga dalam ibadahnya. Yang biasanya fokus bekerja dan belajar dari rumah kini Ramadan terfokus pada ibadah di rumah, sekaligus untuk mengukuhkan rumahku adalah surgaku. Menjadikan rumah tidak lagi menjadi tempat istirahat saja, tetapi juga untuk bekerja, belajar, dan utamanya untuk beribadah.
Selanjutnya yang biasanya tadarus dan pengajian di masjid menjelang berbuka, sholat taraweh dan setelah sholat shubuh. Kini semuanya itu juga dianjurkan untuk dialihkan ke rumah. Bisa dibayangkan bahwa yang semula kita sepenuhnya sangat bergantung dan bertumpu pada masjid dan mushalla untuk aktivitas ibadah dan belajar Al Qur-an serta belajar ilmu keislaman, kini semua dialihkan ke rumah. Di sinilah peluang kita semua untuk menjadikan rumah menjadi semakin layak untuk tempat ibadah yang tidak kalah dengan masjid dan mushalla. Yang menarik bahwa sekarang ada fenomena baru, bahwa Zoom Meeting bisa dimanfaatkan untuk pengajian baik dengan cara ceramah, dialog, maupun diskusi.   Rumah menjadi lebih teduh dan damai serta bersinar. Rumah tidak saja untuk ibadah tetapi juga untuk tadarrus. Rumah menjadi panas bagi syaitan, karena tiada henti rumah dikumandangkan bacaan Al Qur-am juga. 
Biasanya kaum mukminin di ujung akhir Ramadan melakukan i’tikaf di masjid, maka puasa saat ini, kita jadikan rumah kita untuk beribadah, baca Al Qur.an dan perbanyak dzikir di rumah. Suatu yang sangat indah. Rumah benar-benqr menjadi tempat untuk berkontemplasi. Melakukan muhasabah dan taqarrub ilallaah. Sesuatu yang sangat spesial. Kita lakukan di rumah kita masing-masing. Semuanya ini dilakukan sebagai konsekuensi dari kebijakan Socialand Physical  Distancing untuk pencegahan penularan Covid-19. Rumah benar-benar menjadi multi fungsi. Keberhasilannya sangat tergantung pada cara kita masing-masing memaknai fungsi dan mengoptimalkan pemanfaatan rumah untuk banyak agenda yang barmanfaat. Bukan sekedar formalitas. 
Memasuki malam Idul Fitri, kita memiliki tradisi untuk takbir keliling. Di samping untuk memenuhi sunnahnya, banyak berdzikir, juga takbir. Di samping bacaan takbir dikonsentrasikan di masjid dan mushalla, juga dapat menggaungkan takbir dengan keliling lingkungan baik dengan maupun berkendaraan. Tergantung kondisi masing-masing. Takbir keliling sebenaryna memiliki muatan dakwah. Tidak perlu dipertentangkan dari segi syar’iyahnya. Karena hakekatnya dangat dengan Fadloilul A’maal. Namun saat ini takbir keliling ditiadakan, akan tetapi pelaksanaan takbir dikendalikan dari masjid dengan soundsystem-Nya yg dikeraskan dan diikuti oleh jamaah dari depan rumah masing-masing. Suatu pemandangan dan suasana yang penuh hikmah dan hingga larut malam, dengan tetap misi dakwahnya terjaga. 
Di pagi Hari Raya Idul Fitri suara takbir bersaut-sautan, yang beradal  dari berbagai masjid di sekitar rumah. Takbir itu mengingatkan kita untuk siap menunaikan sholat Idul Fitri. Biasanya para khatib dan atau imam sibuk persiapan untuk menuju dan dijemput menuju ke tempat shalat Idul Fitri, saat ini mereka tidak perlu sibuk, karena khutbah dan atau mengimami cukup di rumah. Biasanya Sholat Idul Fitri dilakukan hanya di dua modus, yaitu di Masjid dan di lapangan atau tempat terbuka. Sholat Id tahun ini bisa di berbagai modus, di antaranya : di Masjid, di lapangan/tempat terbuka, di rumah, di gang (di depan rumah masing-masing), di kantor dan sebagainya. Bahkan cara dan khutbahnya disederhanakan, tanpa mengurangi rukun dan syaratnya, sehingga memudahkan ummat Islam. 
Nah sekarang, bagaimana setelah sholat Id. Bagi ang tidak pernah mudik, tidak masalah yang berarti, karena sehabis shalat Id langsung bisa sungkem ke orangtua dan para sesepuhnya langsung. Sebaliknya bagi perantau yang biasa mudik, saat ini tidak bisa mudik, karena halangan tugas dan konsekuensi PSBB. Padahal dengan mudik, kita bisa silaturahmi dengan orangtua dan kekuarga besar lainnya. Walaupun demikian kita tidak perlu sedih sekali, karena kita diuntungkan oleh kemajuan iptek. Kita bisa manfaatkan Zoom Meeting untuk silaturahmi dengan orangtua dan keluarga besar. Walau berjauhan secara fisik, tetapi silaturahim harus terus bisa diupayakan. 
Yang jelas bahwa dalam menghadapi pandemi Covid-19, alhamdulillah ada kecenderungan bahwa sedikitpun semangat ibadah tidak surut. Ingat bahwa dalam menunaikan Ibadah apapun, kita perlu terus mengacu Rasulullah SAW yang bersabda, “yassiru wala tu’assiru wabasysyiru wala tunafiru”, mudahkanlah dan janganlah engkau persulit orang lain dan berilah kabar gembira pada mereka, jangan membuat mereka menjadi lari (HR. Bukhari). Ini artinya bahwa apapun kesulitan dalam menunaikan ibadah, kita telah ikhtiarkan mencari solusinya, sehingga kita ummat Islam bisa melaksanakan dengan baik. Pada diri terasa tanpabada paksaan dan kesulitan, sehingga ummat kita tidak lari untuk penyelamatan diri. Kita ingat sekali bahwa Allah swt itu tidak pernah membebani hamba-Nya. Allah swt bergirman : “Allah tidak membebani seseorang kecuali yang sesuai dengan kemampuannya…” (QS Al Baqarah, 286). 
Akhirnya bahwa Ibadah Ramadan dan Idul Fitri terasa dan kita jalani secara unik. Kita jalani dan hadapi semua persoalan terkait dengan sepenuh hati. Untuk mencapai tujuan kedua ibadah utama ini kita mengacu pada sumber hukum Al Qur-an, As Sunnah, Ijma’, dan Qiyas, sehingga ditemukan cara solusi ibadah yang juga mempertimbangkan mashlahah dan madlaratnya. Di samping para ulama telah berhasil menyiapkan panduan Ramadan dan Idul Fitri di era Covid-19. Selanjutnya setiap Islam diberikan kebebasan untuk menentukan pilihan dan cara masing-masing sesuai dengan kondisi diri dan lingkungannya. Semoga pengalaman Ramadan dan Idul Fitri yang penuh tantangan ini bisa berkontribusi untuk meningkatkan kualitas Iman dan Taqwa kita. Aamiin. (Rochmat Wahab, Yogyakarta, 25 Mei 2020 / 2 Syawal 1441 H, Senin, pk. 14.20).

KEUTAMAAN MEMBACA AL QUR-AN PADA RAMADANOleh Rochmat Wahab
“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)…” – QS Al Baqarah,185).
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahamensyukuri.” (QS Faathir: 29-30)
Ramadan memang istimewa yang salah satunya adalah dipilih oleh untuk turunkan Al Qur-an. Demikian juga membaca Al Qur-an di bulan Ramadan menghadirkan beberapa keutamaan. Sebagai orang yang beriman sangat berkepentingan dengan berbagai keutamaan ini, karena dapat menjadi rujukan penting untuk kita memperbaiki amal ibadah kita, terutama di bulan Ramadan. 
Ada tujuh keutamaan membaca Al Qur-an. Pertama, memberi syafaat di hari akhir. Rasulullah saw bersabda, “Puasa dan Al Qur-an akan memberi syafaat (pertolongan) pada seorang hamba di hari kiamat.” Puasa berkata: “Ya Tuhanku, karena aku orang tersebut menahan makanan dan syahwat. Berilah syafaat bagiku untuknya.” Al Qur-an juga berkata: “Ya Tuhanku, karena aku orang tersebut menahan tidak tidur di malam hari. Berilah syafaat bagiku untuknya.” (HR Ahmad dan Thabrani). Betapa beruntungnya orang yang bisa memanfaatkan waktunya untuk membaca Al Qur-an pada Ramadan. Tidaklah sia-sia, melainkan memperoleh syafaat kelak di yaumil akhir.
Kedua, memperoleh kebaikan berlipat. Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah, maka baginya satu kebaikan, dan setiap kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan. Saya tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf, tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi). Untuk memotivasi ummat Islam dalam membaca Al Qur-an, maka pahala diberikan dengan berlipat ganda. 
Ketiga, dikumpulkan di syurga bersama malaikat.  Hal itu sebagaimana sabda Nabi saw berikut: “Orang yang mahir membaca Al Qur-an kelak (mendapat tempat di surga) bersama para malaikat yang mulia lagi taat. Sementara orang yang kesulitan dan berat jika membaca Al Qur-an maka ia mendapatkan dua pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim). Betapa membahagiakan, bahwa pembaca Al Qur-an yang ikhlas akan memperoleh kesempatan di syurga bersama malaikat. Suatu privaledge yang sangat berharga. 
Keempat, Al Qur-an mengangkat derajat orangtua di akhirat. Rasulullah saw  bersabda yang artinya: “Barang siapa membaca Al Quran dan mengamalkannya, maka kedua orangtuanya akan dipakaikan mahkota pada hari kiamat yang cahayanya lebih indah daripada cahaya matahari di rumah-rumah di dunia ini. Maka apa pendapatmu tentang orang yang mengamalkannya? “ (HR. Abu Dawud). Orangtua yang mengetahui manfaatnya membaca Al Qur-an, maka pasti bersemangat untuk mendidik dan membimbing anaknya untuk bisa fasih membaca Al Qur-an. Saat ini jumlah orangtua yang bersemangat untuk mengupayakan anaknya ahli Al Qur-an semakin banyak. Semoga berlangsung terus, sehingga tercipta generasi Qurani. 
Kelima, Orang yang membaca Al Qur-an diibaratkan seperti buah utrujjah.  Rasulullah saw bersabda; “Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al Qur-an  adalah seperti buah utrujjah; aromanya wangi dan rasanya enak. Orang mukmin yang tidak membaca Al Qur-an adalah seperti sebuah kurma; tidak ada wanginya, tetapi rasanya manis. Orang munafik yang membaca Al Qur-an adalah seperti tumbuhan raihaanah (kemangi); aromanya wangi tetapi rasanya pahit, sedangkan orang munafik yang tidak membaca Al Qur-an adalah seperti tumbuhan hanzhalah; tidak ada wanginya dan rasanya pahit.” (HR Bukhari dan Muslim). Suatu perumpamaan yang baik sekali dan menyenangkan bagi orang mukmin Allah yang menyukai dan membiasakan membaca Al Qur-an.
Keenam, Tanda cinta kepada Allah adalah mencintai Al Qur-an. Ibnu Mas’ud berkata, “Barangsiapa yang ingin dicintai Allah dan Rasul-Nya, maka perhatikanlah: “Jika ia mencintai Al Qur-An, berarti ia mencintai Allah dan Rasul-Nya.” (HR Thabrani). Manfaat yang otomatis bisa dipetik bagi pembaca dan pecinta Al Qur-an adalah mencintai Allah dan Rasulullah. 
Ketujuh, Dengan Al Qur-an Allah meninggikan suatu kaum dan dengannya pula Allah merendahkan suatu kaum. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah meninggikan suatu kaum karena Al Qur-an ini dan merendahkan juga karenanya.” (HR Muslim)Yakni bagi orang yang mempelajari Al Qur-an dan mengamalkan isinya, maka Allah akan meninggikannya. Sebaliknya, bagi orang yang mengetahuinya, namun malah mengingkarinya, maka Allah akan merendahkannya. Artinya bahwa sikap kita terhadap Al Qur-an dapat menentukan posisi kita, ditinggikan atau direndahkan di hadapan Allah. 
Menyadari akan banyak hikmah yang dapat dipetik dari membaca Al Qur-an di Ramadan, maka ummat Islam berlomba-lomba untuk mengisi waktunya dalam membaca Al Qur-an baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan cara tadarrus, saling bergantian dalam membaca dan menyimak. Tentu bukan sebatas membaca dan menyimak, yang lebih baik bisa memahami artinya dan mampu mengamalkannya. Apapun yang kita lakukan terhadap Al Qur-an ada masing-masing pahalanya. Memang ini bisa mudah menjalani, bisa susah juga. Semuanya sangat tergantung pada masing-masing individu. Semoga kita selalu diberi hidayah, sehingga kita bisa menyenangi Al Qur-an dan memperoleh barakah-Nya yang sebanyak-banyaknya. Aamiin. Mari kita renungi, betapa indahnya Channel Makkah (Masjidil Haram) isinya hanya tilawah Al Qur-an, rasanya menyejukkan hati. Hanya diselingi dengan sholat jamaah 5 waktu. (Rochmat Wahab, Yogyakarta, 08 Mei 2020 / 15 Ramadan 1441, Jumat, pk 08.47)

ANAK SEBAGAI AMANAH ALLAHOleh Rochmat Wahab
“Anak adalah amanah Allah swt paling berharga yang patut disyukuri dan wajib diasuh dan dididik yang pada akhirnya dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya” – Rochmat Wahab
Anak adalah anugerah dan amanah dari Allah swt yang harus dipertanggungjawabkan oleh setiap orang tua dalam merawat, mengasuh dan mendidik anak-anaknya.  Orangtua seharusnya mensyukuri nikmat yang tak terhingga, karena dipercaya untuk membesarkan anak-anaknya. Untuk mensyukurinya wajib menjaga pertumbuhan dan perkembangannya dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Dengan harapan anak bisa menikmati perjalanan hidupnya sebagai anak yang sholeh atau sholehah dan mencapai kemandirian, yang akhirnya menjadi kebanggaan orangtua, agama, bangsa dan ummat manusia.
Orangtua diberi amanah oleh Allah swt dengan kehadiran anak, bukan hanya untuk kehidupan di dunia, melainkan juga untuk kehidupan di akhirat. Ingat bahwa tidak semua orangtua dianugerahi anak, kecuali yang dipercaya. Begitu sang isteri mengandung, di saat itulah isteri dan suami, sebagai calon orangtua wajib mempersiapkan diri untuk menjaga sejak dalam kandungan hingga dilahirkan berlanjut sampai anak siap membangun keluarga sendiri. Bahkan afdhalnya jika sudah berkeluarga pun sangat dimungkinkan masih bisa ikut mengawal kelanjutan hidupnya, sehingga tetap terjaga anaknya dalam kehidupan yang baik, terhindar dari ancaman neraka. Sebagaimana Allah swt ingatkan, dalam QS. At-Tahrim:6, yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka …” Dalam konteks inilah kita patut respek terhadap orangtua yang sejak awal sudah memiliki komitmen dan kepedulian akan penanaman agama kepada anak-anaknya sejak usia dini. 
Selain kita menjaga anak dengan mendidiknya dengan sebaik-baiknya, supaya bisa hidup bahagia di akhirat, kita juga bertanggungjawab untuk membekali anak dengan kecakapan hidup yang memadai sehingga anak-anak menjadi anak yang cakap, kompeten dan kuat. Bukan sebaliknya, membiarkan anak, sehingga menjadi sebaliknya, tak cakap, tak kompeten, dan lemah. Kondisi yang demikian mendapat peringatan keras dari Allah swt, dalam QS. an-Nisa`: 9, yang artinya “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”  Dengan begitu kita orangtua, wajib mendidik anak dengan sebaik-baiknya, dengan memperhatikan bakat dan minatnya, sehingga mereka bisa berkembang optimal. 
Dalam menghadapi anak, memang tidak mudah. Membutuhkan perhatian yang serius sepanjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Orangtua wajib menjaga psikologis anak. Rasulullah saw memperlakukan anak-anaknya begitu mulia, sehingga anak tidak merasa dilecehkan atau diabaikan. Diperlakukan secara adil. Beliau tidak segan-segannya, mengucapkan salam dan berjabat tangan dengan anak-anaknya. Hal ini bertujuan untuk memupuk rasa percaya diri dan menanamkan dalam jiwa mereka bahwa eksistensinya diakui oleh orangtua dan masyarakat. Perilaku-perilaku yang baik dan terpuji inilah yang patut diteladani. 
Begitu pentingnya anak di hadapan Allah swt,  secara fitrah menempatkan anak di depan orangtua dalam berbagai posisi. Pertama, anak sebagai musuh. Dalam QS At-Taghabun Ayat 14, yang “Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Di sini kita harus ekstra hati-hati bagaimana anak-anak itu bisa menjadi musuh orangtua, karena boleh jadi mereka bisa menjauhkan kita dari dzikir kepada Allah dan berjuang di jalan-Nya dan bisa melemahkan tekad kita. Semoga kita bisa memaafkan mereka dan menyikapinya dengan penuh kasih sayang. 
Kedua, anak bisa menjadi cobaan atau ujian. Allah swt berfirman dalam QS At-Taghabun Ayat 15, yang artinya: Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. Hampir sama isinya dalam  QS. Al Anfal : 28, yang artinya “Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”  Dengan adanya dua ayat2 yang hampir sama, menunjukkan betapa pentingnya persoalan ini. Sesungguhnya harta dan anak-anak kita  hanyalah cobaan dan ujian bagi kita. Kadang anak-anak kita yang menggoda kita untuk harta yang tidak halal. Tidak bisa ikut menjaga nama baik keluarga karena terlalu kuatnya pengaruh jelek dari lingkungan dan teman-teman sebayanya. Karena itu kita harus peduli dengan pergaulan anak. 
Ketiga, anak sebagai perhiasan. Allah swt berfirman dalam QS Al-Kahfi:46, yang artinya “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. Dalam hal ini anak diposisikan sebagai perhiasan dan kekayaan dunia bagi orang tuanya. Layaknya perhiasan dan kekayaan, anak diperlakukan, dijaga, bahkan disayang sebaik-baiknya oleh para orang tua. Karena sebagai perhiasan, orangtua hanya boleh menyenangi dalam ukuran standar, tidak boleh berlebihan, karena bisa melupakan Tuhan dan merusak kepribadian dan keislaman anak sendiri. 
Keempat, anak sebagai penyejuk hati. Allah swt berfirman dalam QS Al-Furqan:47, yang artinya “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”.  Kita semua sangat mengharapkan hadirnya anak yang sholeh dan sholehah yang bisa menyejukkan hati dan mata, yang dalam kehidupannya taat beragama dan berakhlak mulia, serta taat dan loyal kepada orangtua. Juga menyenangkan hati dalam setiap tutur katanya. Selanjutnya anak-anak istiqamah dalam kebenaran. 
Kelima, anak adalah penerus keturunan. Allah swt berfirman dalam QS. Ali Imran: 38, yang artinya “Ya Tuhan kami, anugerahkan kepada kami dari sisi Engkau dzuriyah yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”. Anak sebagai Dzuriyah (Penerus Keturunan)anak adalah anugerah Allah swt yang akan meneruskan garis keturunan dan cita-cita orangtua. Mari kita lihat kisah Nabi Zakaria a.s. yang saat melihat Allah swt memberikan karunia kepada Siti Maryam a.s. berupa buah-buahan musim panas pada musim dingin, beliau mengharap sekali agar memiliki anak sebagai penerus garis keturunannya. Padahal beliau telah berusia tua, tulang-tulangnya rapuh, rambutnya memutih dan istrinya pun seorang yang mandul. Sejarah ini memberikan pelajaran yang berharga, bahwa melanjutkan keturunan itu menberikan kebahagiaan dan manfaat yang tak terhingga. 
Keenam, anak itu membawa rizki. Allah swt berfirman dalam QS Al An’am:151 “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.” Kita harus yakin bahwa anak-anak yang lahir ke bumi sudah membawa rizki. Kita harus husnudzdzon terhadap takdir Allah. Karena itu sangat tidak beralasan jika ada orangtua yang membunuh anaknya karena takut kelaparan. Selanjutnya, jika anak-anak itu adalah anak-anak yang shaleh dan shalehah, yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah, maka semakin bertambahlah karunia yang Allah berikan kepada kedua orang tuanya. Hidup menjadi kian berkah dengan kehadiran mereka. Bisa jadi, kerja keras orang tua mendidik anak-anaknya menjadi hamba-hamba Allah yang shaleh menjadi sebab semakin berkahnya rizki yang didapatkan.
Demikianlah beberapa hal penting yang bisa diangkat untuk diskusi tentang kehadiran anak sebagai amanah yang wajib kita tunaikan. Yang penting kehadiran anak dalam kondisi apapun harus bisa semakin mendekatkan kita kepada Allah swt, bukan sebaliknya. Mari kita perhatikan firman Allah swt dalam QS. al-Munafiqun: 9, yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barang siapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” Karena itu kita jangan sampai menjadi anggota dari golongan orang-orang yang metugi, melainkan golongan orang -orang yang beruntung. Aamiin. Ingat bahwa dewasa ini tantangan orangtua semakin berat. Namun seberat apapun, semuanya seiring dengan jamannya, dan kita yakin disiapkan menjadi orangtua di jamannya. Semoga. (Rochmat Wahab, Yogyakarta, 07 Mei 2020 / 14 Ramadan 1441 H, Kamis, pk 09.17)

SIFAT GURU YANG BAIKOleh Rochmat Wahab
“A good teacher can inspire hope, ignite the imagination, and instill a love of learning.” – Brad Henry
“Guru yang baik adalah bekerja untuk hal-hal terpuji, bukan bekerja untuk mendapat pujian”  – Rochmat Wahab
Guru yang baik adalah menjadi idaman semua. Karena guru yang baik memiliki dampak yang positif bagi reputasi dirinya, di samping yang utama dapat mempengaruhi kehidupan anak/siswa. Selain itu guru yang baik juga bisa mempengaruhi iklim kehidupan di kelas yang bisa berdampak panjang bagi  anak/siswa di masa depannya. Lebih jauh dari itu guru yang baik dapat meningkatkan reputasi sekolah tempat guru itu mendedikasikan profesinya. Begitu besar arti seorang guru yang baik. Karena itulah sungguh beruntung jika di antara kita menjadi guru yang baik atau memiliki guru yang baik.
Emily Dennison (2019) menunjukkan hasil penelitian bahwa guru yang baik merupakan suatu faktor yang sangat penting untuk peningkatan prestasi akademik siswa, yang melebihi daripada fasilitas, sember belajar dan  kepemimpinan sekolah. 
Selanjutnya Dennison menyampaikan gagasan Dosen dan Mahasiswa Southern New Hampshire University (SNHU) tentang kualitas yang membuat guru efektif. Pertama, Good Teachers Are Strong Communicators. Pengajaran yang efektif itu harus dimulai dengan keterampilan komunikasi yang kuat. Guru harus bisa menciptakan hubungan yang baik dengan siswa. Untuk itu guru bisa memulai dengan apa yang menjadi hobi dan kesenangan siswa, misalnya olahraga, seni atau lainnya, terutama sebelum memasuki pembelajaran yang dibenci siswa. Dengan cara ini secara berangsur-angsur para siswa menyukai mata pelajaran itu.
Kedua, Good Teachers Listen Well. Mendengar dengan baik adalah salah satu keterampilan komunikasi yang diperlukan oleh seorang guru. Dengan guru yang siap menjadi pendengar yang baik, secara tidak langsung bisa memberikan kesempatan yang cukup bahkan lebih bagi siswa untuk berekspresi, yang tidak hanya bisa menyampaikan masalahnya, tetapi juga menyampaikan ide barunya, yang akhirnya bisa membuat kepercayaan diri siswa meningkat. Bahkan guru bisa belajar banyak dari apa yang disampaikan siswa. 
Ketiga, Good Teachers Focus on Collaboration. Bekerja di dunia pendidikan sebenarnya tidak pernah sendirian. Ada guru lainnya dan tenaga kependidikan yang selalu saling membutuhkan dan membantu, sehingga sebagai guru selalu bekerja dalam kelompok. Bekerja secara kolaboratif, berarti guru itu selalu terbuka untuk saling sharing dengan guru dan tenaga kependidikan lainnya. Dalam situasi seperti ini ide kreatif sangat diperlukan. Untuk bisa bekerja bersama secara produktif sangat diperlukan keterampilan komunikasi, memahami dan empati. 
Keempat, Good Teachers Are Adaptable. Guru yang efektif perlu bekerja dengan lingkungan secara terus menerus dan menyesuaikan metode pembelajaran dengan usia atau potensi siswa, sumber belajar yang tersedia, dan perubahan kurikulum yang terjadi. Terutama menyesuaikan pembelajaran dengan kemajuan teknologi digital. Ingat bahwa perubahan itu konstan. Belajar beradaptasi dan menyesuaikan diri merupakan salah satu keterampilan yang sangat membantu dalam mengikuti perubahan yang ada. Adaptabilitas adalah salah satu keterampilan kunci yang diperlukan oleh seorang guru yang mendidik siswa dengan berbagai jenjang dan gaya belajar yang berbeda. Pembelajaran yang baik harus dilakukan dengan guru yang beradaptasi dengan siswa, bukan sebaliknya siswa beradaptasi dengan kemauan gurunya.
Kelima, Good Teachers Are Engaging. Untuk menjadi guru yang baik, guru harus bisa menarik hati yang bisa dilakukan dengan bikin humor atau pelajaran yang kreatif. Untuk menjadikan kelas yang produktif, bukan terletak pada guru berdiri di depan atau duduk di belakang, tapi bagaimana guru bisa tampil yang menarik hati. Guru yang menarik hati itu sesuai dengan jenjangnya. Jika mengajar di TK, maka guru harus ikut turun ke bawah duduk bersama siswa di lantai. Jika mengajar di SMA, untuk bisa menarik hati, guru mengajar out of the box atau materi yang mengandung humor yang kreatif. 
Keenam, Good Teachers Show Empathy. Kunci lainnya untuk menarik hati siswa dan memperbaiki pembelajaran adalah memperlakukan setiap siswa sebagai individu, dengan empati dan memahami apa yang sedang berlangsung dalam kehidupan siswa. Untuk itu yang penting adalah bagaimana mengamati, perhatian, empati dan selalu memiliki sikap positif. Empati dan memahami dari seorang guru tidak hanya dapat membangun relasi yang baik dengan siswa, melainkan juga bisa berdampak kepada efektivitas pembelajaran di ruang kelas. 
Ketujuh, Good Teachers Have Patience. Tanpa peduli kelas berapa kita mengajar, kita selalu diuji kesabaran kita sebagai seorang guru. Apakah kita mengelola kelas, kerjasama dengan kolega yang memiliki pandangan berbeda, berkomunikasi dengan siswa atau orangtua, bahwa kesabaran adalah sesuatu yang sangat penting bagi seorang guru. Yang kadang-kadang kita harus sabar melayani orangtua daripada melayani siswa. 
Kedelapan, Good Teachers Value Real-World Learning. Guru-guru yang membawa belajar siswa ke dalam dunia nyata seringkali merupakan sesuatu yang sangat menarik hati.  Tetapi penting juga bagi guru membawa pengalaman belajarnya sendiri ke dalam dunia nyata. Salah satu persiapan yang terbaik untuk pembelajaran yang efektif adalah menjamin bahwa siswa mendapatkan banyak pengalaman nyata untuk menguatkan pembelajaran. Karena itu study tour atau Karya wisata itu sangatLah berarti untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Kesembilan, Good Teachers Share Best Practices. Keinginan untuk sharing pengetahuan dan pengalaman dengan oranglain adalah suatu kualitas yang sangat penting bagi seorang guru yang baik. Pendidikan adalah suatu bidang yang dangat membutuhkan banyak praktek dan sering menghendaki percobaan di dalam kelas untuk menemukan metode yang terbaik bagi siswa. Suatu bagian yang terpenting adalah sharing hasil temuannya dan praktek baik pembelajaran kepada kolega. Iklim yang terbuka ini bagus sekali untuk saling berkontribusi, sehingga mampu meningkatkan kualitas pembelajaran. 
Kesepuluh, Good Teachers Are Lifelong Learners. Salah satu keterampilan kunci yang diperlukan untuk menjadi guru yang baik adalah suatu dedikasi untuk pendidikan berkelanjutan dan cinta belajar, sehingga menjadi lifelong learner. Belajar yang melebihi daripada bidang studi yang dikuasai, belajar metode komunikasi baru atau mengeksplorasi teknologi baru untuk pembelajaran, sehingga pembelajarannya selalu uptodate. Guru yang baik selalu mengikuti perkembangan teori yang baru sehingga siswa sangat  diuntungkan oleh guru yang tiada pernah berhenti membaca dan belajar. 
Kesepuluh kualitas ini sangatlah penting dimiliki oleh seorang guru yang baik. Namun dalam konteks kehidupan sekarang yang sangat cepat berubah dan penuh tantangan moral, maka guru yang baik hendaknya juga memiliki kualitas keterampilan cara belajar, bagaimana belajar, sehingga siswa mampu secara aktif dan kreatif dalam belajar. Selain daripada itu guru yang baik wajib melek digital (digital literate), dengan melek digital tidak hanya bisa mengikuti perkembang ilmu dengan cepat tetapi juga bisa mentransformasikan ilmu kepada siswa dengan cepat pula. Demikian juga guru harus mampu tunjukkan kualitas moralnya, sehingga menjadi model para siswanya. Kualitas moral inilah yang menjadi modal penting dalam kehidupan siswa baik di dunia maupun di akhirat.
Demikianlah beberapa sifat yang seharusmya dimiliki oleh seorang guru yang baik. Sosok terbaik untuk rujukan generasi masa depan yang berkualitas. Guru yang baik tidak hanya menjadi dambaan siswa saja melainkan semua stakeholder pendidikan. Guru yang baik memiliki kemandirian untuk terus menjaga citranya dengan penampilan yang terbaik. Guru yang baik bukan bekerja keras untuk mendapat pujian melainkan bekerja keras untuk hal-hal yang terpuji. Semoga! (Rochmat Wahab, Yogyakarta, 21/04/2020, Selasa, pk. 05.50)

PENDIDIKAN ERA COVID-19Oleh : Rochmat Wahab
“Covid-19 menciptakan problem baru pendidikan dan berpotensi mendorong inovasi pendidikan dan pembelajaran” – Rochmat Wahab
Kita sekarang sedang berada dalam kehidupan yang penuh ancaman terbesar dalam pendidikan global atau krisis pendidikan global. Akibat dari Covid-10 meledak, sebanyak 1,6 milyar anak harus keluar dari sekolah pindah ke rumah untuk aktivitas pendidikannya. Mereka harus menggunakan layanan pendidikan secara masif berbeda dari biasanya. Kejadian yang mendadak ini menuntut perubahan layanan pendidikan yang sangat cepat. 
Kita sangat mengkhawatirkam akan timbulnya dampak yang tidak bisa dihindari. Setidak-tidaknya menurut Jaime Saavedra (2020) bahwa krisis yang dahsyat ini dapat berdampak pada (1) hilangnya aktivitas belajar, (2) meningkatnya angka DO, dan (3) Anak-anak tidak mendapat jamuan makanan sebagaiman yang selalu diperoleh dari sekolah. Yang ketiga ini berlaku di negara-negara maju yang selalu memberikan jamuan makanan di sekolah ketia ada kehiatan pembelajaran. Demikian juga di beberapa sekolah yang ada di negara-negara berkembang.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, perubahan layanan pendidikan yang masif terjadi akibat Covid-19 sangat mengganggu para siswa, orangtua dan guru. Mereka sangat dituntut untuk melakukan perubahan terhadap cara belajar, mengajar, dan membimbing dengan cepat dan tepat. Perubahan cara belajar dengan jarak jauh dan online learning sebagai substitusinya. Padahal dari sisi hardware, belum semua sekolah dan siswa memiliki hardware yang memadai. Belum semua wilayah terjangkau dengan jaringan yang memadai. Belum semua guru terampil menggunakan teknik belajar jarak jauh. Belum semua orangtua mengetahui cara pemanfaatan fasilitas untuk belajar anaknya. Masih banyak persoalan yang terkait dengan implementasi belajar dari rumah. Semua pihak diharapkan ikut berpartisipasi mengawal belajar anaknya di tengah-tengah kesiapan yang telatif terbatas. Dalam kondisi seperti ini diharapkan anak-anak bisa belajar optimal.
Yang menarik bahwa persoalan belajar dari rumah sebagai konsekuensi implementasi Social Distancing dan Physical Distancing, bukanlah semuanya bertumpu pada pemberiaan tugas kepada anak-anak saja. Namun untuk efektifnya, sekolah perlu sekali menyiapkan tips atau pedoman untuk orangtua berkenaan dengan kewajiban dan cara-cara pendampingan orangtua bagi anak-anaknya. Baik untuk aktivitas akademik maupun non akademik, yang terdiri atas aspek emosional, sosial, dan moral. Terutama terkait dengan kecakapan hidup menghadapi Covid-29 dan sejenisnya.
Membuat siswa tetap sibuk dengan kegiatan sekolah. Memelihara suasana dan kondisi seperti ini penting sekali bagi siswa sekolah menengah. Dengan kesibukan yang terjaga dan terarah, berarti sekali untuk pencegahan terjadinya drop out. Kita belum bisa menjamin bahwa semua sekolah bisa efektif mengendalikan kegiatan anak di rumah. Apalagi kegiatan yang diperbolehkan yang sifatnya peningkatan kecakapan hidup. Yang terkait dengan aktivitas pencegahan virus corona. Tidak boleh sama sekali kegiatannya untuk kurikuler. Akibatnya semua siswa tidak tuntas menguasai isi Kurikulum pada semester genap untuk semua jenjang dan semua kelas. Akibat yang demikian sejumlah anak yang potensial DO menjadi rentan DO tahun ini. Sementara itu sebagian anak yang melanjutkan belajar semester depan ada yang berpotensi mengalami kesulitan akibat dari sejumlah materi yang mendasarinya tidak dikuasi. Dengan demikian, diduga akan terjadi angka DO meningkat. Untuk itu perlu diantisipasi dengan baik. 
Di sejumlah negara maju, program pemberian makan bergizi berjalan dengan baik. Sementara itu di negara berkembang program makan bergizi belum sepenuhnya terjadi di semua sekolah. Akibat anak  dipindahkan belajar di rumah, secara tidak langsung dapat berdampak kepada asupan anak. Terutama bagi anak yang berasal dari keluarga berekomomi menengah dan ke bawah. Padahal, makanan bergizi itu berpotensi dapat meningkatkan kualitas perkembangan kognitif anak, di samping kesehatan anak secara keseluruhan. Untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak perlu sekolah membantu suplai makanan bergizi ke anak-anak dari keluarga berekonomi menengah dan ke bawah.
Akibat dari Covid-19, secara langsung atau tidak langsung ada keuntungan yang bisa didapat. Pemerintah harus bisa menjamin keteraediaan sistem pendukung instrastruktur untuk kelancaran aktivitas digital dan suplai hardware yang diperlukan. Para ahli mendedikasikan ilmu dan keahliannya untuk menghasilkan software dan aplikasi yang memperlancar kegiatan pendidikan lewat jasa teknologi digital. 
Selanjutnya, para guru berkepentingan meningkatkan kecakapan dan keterampilan digital untuk memperlancar kegiatan pembelajaran berbasis online. Bagaimana menyiapkan bahan, mengendalikan proses pembelajaran dan melakukan evaluasi pembelajaran. Dengan tetap memperhatikan dan menerapkan pentingnya internalisasi nilai sehingga pembelajaran berbasis online tetap bisa melakukan transfer nilai. 
Selain itu orangtua di saat ini semakin terlibat dalam proses pendidikan. Terjadi peningkatan keterlibatan baik secara kuantitatif, maupun secara kualitatif. Yang sebelumnya tidak terjadi pada semua orangtua. Tentu secara objektif sudah ada sejumlah orangtua yang selama ini memberi perhatian kepada anaknya dengan total. Dengan keterlibatan orangtua yang lebih intens diduga  bahwa orangtua semakin tahu kesenjangan yang terjadi, terutama daya dukung pemerintah dan masyarakat (dunia bisnis dan dunia usaha), sehingga mempengaruhi kualitas pendidikan. 
Demikianlah sedikit catatan terkait dengan tantangan pendidikan dan peluangnya di era Covid-19. Persoalan ini ada di hadapan kita. Kita tidak bisa menghindari. Kita harus ikut ambil bagian sehingga bisa berpartisipasi untuk berkontribusi memberikan solusi. Kita tidak hanya berfokus pada membangun pendidikan jangka pendek, melainkan juga kita perlu membuat rencana pembangunan pendidikan jangka menengah dan panjang. Menyiapkan generasi mendatang yang memiliki kemampuan dan kualitas yang tidak hanya bertaraf nasional, melainkan juga bertaraf internasional. Sistem pendidikan yang mampu mengantarkan insan yang bahagia di dunia, melainkan juga bahagia di akhirat. (Rochmat Wahab, Yogyakarta, 18/04/2020, Sabtu, pk.06.38)

18 April 2020

DAMPAK SOSIAL COVID-19Oleh Rochmat Wahab
“Be positive and stop negative thinking and the key to stop negative thoughts in this hour of crisis of COVID-19, is to spread your love and positive energy in every direction for the well-being of the whole humanity.” – Amit Ray
Pandemi Covid-19 merupakan peristiwa yang mengguncangkan dunia dan seisinya, yang getarannya jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan pandemi abad sebelumnya. Pandemi saat ini melibas hampir semua negara, tanpa terkecuali termsuk melibas semua negara maju, bahkan merepotkan negara adikuasa. Krisis yang terjadi melebihi daripada krisis kesehatan. Krisis kemanusiaan, ekonomi, dan sosial tidak bisa dihindari. Covid-19 dikarakteristikkan sebagai pandemi yang menyerang masyarakat sebagai intinya. 
Penjangkitan Covid-19 berdampak terhadap semua segmen penduduk, tidak pandang bulu. Terutama mengena kelompok masyarakat yang rentan, bahkan secara terus menerus potensial berpengaruh terhadap kehidupan para orang miskin, orangtua, orang disabilitas,  pemuda, dan orang-orang pedalaman. Ada bukti awal yang dapat kita lihat bahwa dampak virus terhadap kesehatan dan ekonomi tidak proporsional, terutama lebih mengena kepada orang-orang miskin. Yang di antaranya para gelandangan (homeless), yang hidupnya di bawah jembatan, pinggir sungai, pinggir ril kereta api dan sebagainya yang selalu merasakan kesulitan melindungi keamanannya, yang bahkan rentan dari serangan virus. Selain itu orang-orang yang kesulitan memperoleh akses air, para migran (urbanisasi) dan para pengungsi (yang tidak memiliki tempat tinggal tetap). Mereka menderita hidupnya, baik selama pandemi maupun setelahnya, karena mereka memiliki mobilitas terbatas, peluang pekerjaan menurun, dan phobi terhadap orang atau barang asing, terutama dari tempat orang-orang korban virus.
Jika tidak ada kebijakan krisis sosial akibat dari pandemi Covid-19, maka sangat mungkin akan terjadi peningkatan ketimpangan, pemisahan, diskriminasi, dan pengangguran global baik jangka menengah maupun jangka panjang. Sistem proteksi sosial yang komprehensif dan universal akan memainkan peran penting dalam melindungi para pekerja dan mengurangi angka kemiskinan. Ingat belakangan sudah teridentifikasi bahwa pekerja yang terkena PHK di Indonesia sudah mencapai angka 2 jutaan. Belum disusul kejadisn PHK berikutnya yang benar-benar tidak bisa dihindari. Persoalan sosial semakin rentan, apalagi dibebaskannya sejumah 35 ribu narapidana. Yang belakangan ini sudah merpotkan dengan adanya sejumlah kasus penodongan, pembegalan, perampokan dan sebagainya. Dengan melihat kondisi yang muncul belakangan nampak semakin meresahkan, tidak bisa diabaikan. Karena perilakunya jauh dari beradab. Mereka tidak cukup merampas, tapi mengancam keselamatan jiwa orang lain dengan senjata api.
Selain kelompok masyarakat tertentu yang dalam ancaman Covid-19, juga yang potensial adalah orang-orang yang memiliki penyakit kronis yaitu hipertensi, jantung dan diabetis. Di satu sisi orang-orang tua ini harus berjuang keras melawan resiko kesehatan yang lebih besar dan di sisi lain kurangnya kemampuan untuk membantu dirinya sendiri pada saat isolasi, karena harus melakukan social and physical distancing. Jika tidak disiplin dalam implementasinya, maka kondisi kesehatan akan semakin berat. Kondisi orangtua menjadi semakin berat juga karena adanya stereotype, bahwa orangtua itu lemah, tidak penting dan membebani. Iklim yang demikian sungguh tidak mendukung proses recovery, bahkan justru memperburuk kondisi kesehatan orangtua. 
Walaupun yang rentan terhadap virus Covid-19 itu golongan usia lanjut, namun dalam kenyataannya golongan usia lebih muda pun bisa diserang dan tidak bisa diselamatkan. Bahkan di Indonesia, sudah ditemukan sejumlah dokter dan perawat berusia muda menjadi korban keganasan virus Covid-19. Dengan begitu semua kelompok usia tetap harus waspada dan rajin melakukan tindakan preventif, dengan menerapkan hidup dalam isolasi, melakukan social and pshysical distancing (menjaga jarak atau menjauhi dari tempat kerumunan), setia menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun, dan berganti baju seketika sampai di rumah/kost.
Memperhatikan persoalan sosial yang ditimbulkan oleh Covid-19, kita tidak bisa membiarkan. Apalagi kejadian yang ada Italia, bahwa pasien-pasien orang tua tidak tersediakan kamar perawatan di dalam Rumah Sakit. Justru pasien dirawat di luar dan halaman gedung. Padahal Itali terkenal layanan kesehatan terbaik sedunia. Demikian juga yang terjadi di Amerika Serikat, bahwa berdasarkan data yang dikeluarkan oleh John Hopkins University, pada tanggal 18 April 2020, bahwa jumlah kasus virus corona di AS sudah menyentuh 700.282 kasus. Dengan demikian, sejauh ini AS merupakan negara dengan penderita virus corona terbanyak di dunia. Sejalan dengan penambahan kasus yang terkonfirmasi, jumlah kematian akibat virus corona di AS juga bertambah cukup pesat. Sejauh ini terdapat 36.773 orang yang meninggal akibat virus corona di AS. Bahkan yang wafat orang Islam wafat puluhan setiap harinya di New York, banyak antri untuk dimakamkan. Karena itu ada puluhan jenazah yang ditempatkan di Islamic Center. Sungguh memprihatinkan. Adapun, pada tanggal 18 April 2020, jumlah total kasus Covid-19 di Tanah Air kini mencapai 6.248 pasien. Yang sembuh sebanyak 631 orang, sedangkan yang wafat sebanyak 535 orang. Angka di Indonesia nampaknya terus bertambah, apalagi perhatian terhadap APD saja belum optimal, sehingga muncul Surat Terbuka untuk Presiden dari IDI.
Walaupun penambahan kasus Covid-19 terus terjadi, kita tidak boleh diam. Solidaritas antar generasi harus terus dilakukan dengan cara perlawanan terhadap diskriminasi kepada orangtua, menegakkan hak kesehatan, yang mencakup akses informasi, layanan perawatan dan medis menjadi kunci. Apalagi orangtua yang memiliki kelemahan dibebani dengan merawat dirinya sendiri karena dalam perawatan yang terisolasi. Di negara maju saja orangtua lansia mengalami kerepotan mengurus dirinya sendiri, padahal sudah terbiasa mandiri. Bisa kita bayangkan bahwa Indonesia yang tidak terbiasa mandiri, diduga orangtua lansia ebih repot. Kecuali orangtua lansia yang bertempat tinggal di pedesaan, diduga mereka lebih bertahan melawan ganasnya Covid-19.
Kehidupan kita manusia, apakah yang tua usia lanjut atau yang lebih muda, akhirnya juga akan menuju mati. Allah swt dalam QS, Al-‘Ankabut:57), yaitu “Kullu nafsin żā`iqatul-maụt, ṡumma ilainā turja’ụn”, yang artinya : Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan”. Karena itu untuk mengantisipasi penanganan dampak sosial Covid-19, tidak hanya melalui pendekatan sosial saja yang sudah banyak dikupas, bangkit kan sikap gotong royong, solidaritas sosial, pemantapan jaringan, dan adaptasi sosial, melainkan juga pendekatan religius, yang menekankan pentingnya berjamaah, kepedulian sosial (zakat, infaq dan sodaqah) dan banyak istighfar dan dzikir untuk persiapan sewaktu-waktu dipanggil Allah swt. Semoga husnul khatimah, Apalagi jika itu wafatnya terkena wabah, baik pasien maupun dokter dan paramedisnya, mereka bisa dikatagorikan sebagai mati syahid. Karena itu mari kita hadapi wabah ini dengan banyak istighfar dak sahar, semoga diberi kesembuhan, dijauhkan dari wabah, dan jika diwafatkan sebagai mati syahid. (Rochmat Wahab, Yogyakarta, 19/04/2020, Ahad, pk. 04.40).

DARI GELAP MENUJU TERANGOleh Rochmat Wahab
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah, ayat 257)
Kehidupan manusia itu selalu mengikuti sunnatullah. Dari tidak ada menjadi ada. Dari tidak tahu menjadi tahu. Dari tak berdaya menjadi berdaya. Dari kecil menjadi besar. Dari lemah menjadi kuat. Dari gelap menuju terang. Itulah dinamika kehidupan, yang tidak hanya bertumpu pada anugerah Tuhan, melainkan juga ikhtiar manusia sendiri yang seijin Tuhan. 
Untuk mengenal Tuhan yang sangat abstrak tidaklah mudah. Upaya efektif yang perlu dilakukan adalah mengenali diri sendiri, ma’rifatun nafsi, karena dengan mengenali diri kita dengan benar, maka kita akan mengenali keagungan Tuhan. Imam al-Ghazali mengutip hadits Rasulullah saw  “man ‘arafa nafsah faqad ‘arafa rabbah”, yang artinya siapa yang mengenal dirinya, ia mengenal Tuhannya. Dengan mengenal Tuhan, berarti kita mengenal Allah swt yang menjadikan manusia dengan segala sifatnya. Manusia yang diciptakan dari kehidupan yang gelap menuju ke kehidupan yang terang. Secara fisik, dari hidup dalam kandungan menuju kehidupan di dunia yang dipenuhi cahaya. Secara psikis, dari kehidupan jahiliyah yang diwarnai dengan kemusyrikan menuju kehidupan berperadaban yang diwarnai dengan ketauhidan. 
Dalam rangka memahami kehidupan kita sebagai manusia, mari kira telaah implikasi dari gelap menuju terang dalam proses kehidupan manusia. Pertama, manusia itu diciptakan dari kondisi lemah yang tidak bisa duduk dan berdiri, yang akhirnya bisa berjalan dan lari. Secara fisiologis dan fungsional kita tidak bisa biarkan seorang bayi atau anak itu berproses sendiri untuk bisa duduk dan berjalan, namun akan lebih baik jika kita melakukan pendampingan (scaffolding), sehingga anak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Pendampingan ini diharapkan sekali untuk menjadikan anak bisa mandiri selama pertumbuhan dan perkembangannya. Bisa menggunakan  locus of control dengan baik, kemana dia pergi menggunakan kakinya untuk hal-hal yang baik.
Kedua, manusia itu diciptakan dari tidak bisa bicara menjadi bisa bicara. Anak tidak hanya diajari berucap dan mengartikulasikan kata dan kalimat dengan benar. Namun yang jauh lebih penting adalah mengenalkan kata dan ungkapan yang baik, terpilih dan mulia (qaulan kariimaa). Jika anak tidak dibimbing dengan baik dalam berucap, anak bisa bicara yang kotor dan jahat. Yang bisa jadi kata-katanya dapat mencelakakan dirinya sendiri dan orang lain. Mari kita simak QS. Al-Furqan ayat 63: “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.”  
Ketiga, manusia itu dilahirkan dengan tanpa ada kemampuan membaca hingga akhirnya bisa membaca. Tidak sedikit realitas di lapangan bahwa anak seorang manusia yang lahir di bumi  di tengah-tengah orangtua yang tak berpendidikan, menjadikan mereka tidak bisa membaca, sehingga menjadi buta huruf. Kehadiran orangtua sebagai pendidik dan guru sangatlah berarti menjadikan seorang anak yang illiterate menjadi literate. Dari yang tidak melek membaca menjadi yang melek membaca. Kecakapan membaca seharusnya tidak hanya terbatas pada membaca tekstual, tapi yang lebih bermakna adalah membaca kontekstual. Membaca antara dua baris (Reading between two lines). Membaca adalah how to construct meaning. Akhirnya kita harus memiliki kebiasaan membaca. Dengan selalu membaca, kita bisa terus meng-update diri. 
Keempat, manusia itu awalnya bebas dari hukum. Merdeka dari berbagai tuntutan hukum, karena dinilai belum bisa dipercaya. Begitu proses hidup berjalan, manusia menjadi mukallaf, menjadi trusted, menjadi mature dan siap atau wajib mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan. Bahkan telah siap dibebani kewajiban dan tanggung jawab hamba Allah, yang wajib melaksanakan ibadah sesuai dengan rukun dan syaratnya. Rasulullah SAW bersabda, “Diangkatkan pena atas tiga (kelompok manusia), yaitu anak-anak hingga baligh, orang tidur hingga bangun, dan orang gila hingga sembuh.” (HR Abu Dawud).Perubahan ini harus menjadi kebutuhan, bukan lagi beban. Dengam begitu seberat apapun dapat disikapi dengan senang dan ikhlas. Jika demikian maka hidup kita tercerahkan, dan tidak dalam kehidupan yang kelabu dan tersesat. Hidup sebagai hamba Tuhan yang taat dan setia menjalankan perintah-perintah-Nya dan  menjauhi larangan-larangan-Nya. 
Kelima, manusia berangkat dari seorang anak. Yang secara berangsur menuju ke dewasa. Ketika hidupnya masih kanak-kanak, hidupnya sangatlah tergantung pada orangtua dan orang dewasa. Hidupnya cenderung konsumtif dan selalu disiap disuplai untuk bisa eksis. Namun ketika menginjak dewasa, maka posisinya menjadi individu yang mendiri dan merdeka. Segala sesuatunya harus dipikirkan dan dilakukan sendiri dengan penuh tanggung jawab sendiri. Ketika dewasa juga harus produktif, mencari kehidupan sendiri. Jangan nampak childish. Bukan lagi konsumtif yang bergantung hidupnya pada suplai dan subsidi orang atau fihak lain. Pikiran, sikap dan perilaku mandiri tidak hanya berlaku pada tataran keluarga melainkan juga tataran dunia kerja dan kehidupan di masyarakat. Kehidupan dewasa adalah kehidupan yang sudah tercerahkan. Kehidupan yang terang, bukan lagi hidup dalam kegelapan. 
Kita manusia, sebagai warga negara Indonesia, telah dikeluarkan dari era kegelapan, ketika masa penjajahan, memasuki era terang benderang, ketika masa kemerdekaan, pembangunan, dan reformasi. Mungkin secara fisik kita merdeka, tetapi secara non fisik, apakah iptek dan ekonomi, kita masih dalam penjajahan sehingga kita belum merasakan kehidupan yang terang bersinar. Kita semua punya tanggung jawab untuk bisa mewujudkan kehidupan merdeka untuk sektor lain seoptimalnya. 
Demikian juga kini kita berada dalam ancaman dari Covid-19, sehingga kehidupan kita tidak menentu. Dalam bayang-bayang ketakutan dari ancaman dahsyatnya pamdemi wabah Corona. Apapun kondisinya kita punya potensi baik duniawiyah maupun ukhrawiyah. Tinggal bagaimana kita memanaj potensi ini sehingga mampu memenangkan perlawanan dengan Covid-19. Kemampuan leadership pemerintah yang bertanggung jawab melindungi keamanan dan keselamatan bangsa sangat menentukan. Kerjasama sinergis antara unsur bangsa dengan kepemimpinan yang kuat diyakini, insya Allah akan mampu menuntaskan Covid-19 di seluruh nusantara. 
Akhirnya bahwa bangsa Indonesia yang dibayang-bayangi oleh kegelapan karena ketidakmandirian kita, harus didorong kuat untuk menuju bangsa yang mandiri. Bangsa yang tercerahkan. Bangsa yang berperadaban. Bangsa yang bereputasi. Bangsa yang siap berkompetisi. Bangsa yang siap berbagi. Bangsa yang melindungi. Bangsa yang memiliki harga diri. Semoga Allah swt meridloi. (Rochmat Wahab, Yogyakarta, 20/04/1020, Senin, pk. 07.29)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *