Prof. Dawud

19 April 2020

Pekan ketiga April 2020 ini, di dunia maya dihebohkan oleh pernyataan seorang dokter hewan yang diwawancarai artis tentang Covid-19. Ada dua video yang saya terima, isinnya sama, yang beda pewawancaranya. Video yang satu pewancaranya artis laki & perempuan berpakaian  hitam, video satunya pewawancaranya artis perempuan.
Isi pernyataannya, kurang lebih berikut ini. “Korban meninggal karena Covid-19 belum pernah ada satu pun yang meninggal hanya karena Covid-19. Biasanya memang ada komplikasi penyakit, ada gangguan pernafasan … Sebaiknya kita tidak menghubungkan kematian dengan Covid-19 …. Kemarin benar ada yang meninggal karena strok, karena jantung, malah mereka Covidnya negatif …. Kalau dengan sakit, iya … Mungkin kita bisa kena … Mungkin saya pernah kena, kemudian nanti akan mengalami demam, batuk selama satu minggu …. Tetapi, setelah satu minggu, sesudah itu antibodi kita akan keluar untuk melawan virus itu … Kita akan kebal …. Setelah 2 minggu, 14 hari, setelah infeksi, sebagian besar mengalami kesembuhan ….Covid ini tidak seganas, tidak membunuh seperti di media.” 
Salah satu video itu dimuat dalam salah satu harian online terkenal.
***
Saat saya menerima video dengan pewancara dua artis berpakaian hitam di suatu GWA, saya memberi komentar kurang lebih begini.
🔸Itu adalah salah satu pandangan tentang penanganan wabah yang disebut dengan herd immunity “alamiah”, yakni situasi yang didibiarkan alamiah agar cukup banyak orang dalam suatu populasi yang memiliki kekebalan terhadap infeksi. Nggak perlu treament apa-apa. Dibiarkan saja (karena sengaja atau nggak berdaya), akhirnya semua orang akan imun atas suatu wabah.🔹Dalam sejarah wabah dunia, model herd imunity alamiah sudah beberapa kali terjadi sebelum ditemukan vaksinnya, misalnya, wabas pes, colera …. Saat itu korbannya bukan hanya ratusan ribu, tapi puluhan bahkan dihitung dalam rentangan periodisasi di beberapa daerah bisa berjumlah ratusan juta jiwa melayang.🔸Secara spiritual, pandangan herd imunity “sejalan” dengan pandangan jabbariyah atau fatalistik. Semua itu wis kersane Gusti Allah. Kalau dikendaki-Nya sembuh ya sembuh, kalau dikehendaki-Nya mati, ya mati. Manungsa sak dherma nglakoni.🔹Ada sebutan mereka mati syahid, mati sebagai pahlawan. Bahkan saat ini, karena info dan teknologi sudah maju, masih percaya begitu, ada yang nyebut itu jadi umpan, mangkanya orang kasaran nyebut “Yo wis, lek koen pandanganmu ngono, yo modar-modaro dhewe. Ra sah nulari wong liya.”🔸Saya sih ikut pandangan ahlusunnah saja dengan (1) menghindari tempat berwabah, andai lingkungan saya sudah zona merah, saya nggak keluar rumah (ngikuti hadits Nabi); (2) mengikuti imbauan social & physical distancing sesuai dengan kebijakan pencegahan penularan Covid-19 dengan segala kebijakan Pemerintah, a.l. PSBB.🔹Tapi, saya nggak maksa. Juga, saya nggak ikut aliran “syahid, pahlawan,” atau (kata orang yang biasa gunakan kata kasar) “modar” model herd immunity alamiah tersebut. Mangga, silakan pilih …. Yang penting, saya nggak mau ditulari  …. wis, pek-peken dhewe, rasak-rasakno dhewe ….
***
Atas tulisan saya tersebut, saya “dimaki” oleh pemposting video tersebut. Postingan makian dia hapus. Tetapi, di HP saya, postingan yang dihapus kan tetap ada. Postingan makian ke saya itu saya screenshot, lalu saya unggah ulang di GWA tersebut. Saya jelaskan bahwa hati-hati, jejak digital bisa direstore. Setelah itu, saya keluar dari GWA tersebut.
***
Ternyata, di fb juga ramai membahas itu. “Ahli virologi itu mengatakan covid19 tdk mematikan. Lalu bagaimana menjelaskan sekian ribu meninggal positive covid19?”, postingan Pak #Mohammad Adnan Latief.
Saya ikut komen begini.KIRA-KIRA, LOGIKANYA BEGINI PAK ADNANVirus (apa pun, termasuk Covid -9) tidak mematikan dengan kondisi berikut ini.(1) Tidak punya penyakit penyerta sebelumnya. Sayang, kebanyakan manusia memiliki penyakit penyerta. Jadi, virus Covid-19 memperparah penyakit  sebelumnya yang akhirnya mematikan.(2) Punya imun yang tinggi dan stabil. Sayang, sebagian besar orang, imunnya naik-turun. Saat imun turun, virus Covid-19 masuk, imun jadi terus-menerus menurun, akhirnya sakit parah yang menyebabkan kematian. dst …
***
“PERLU ADA KESEIMBANGAN BERPIKIR ANTARA PERSPEKTIF RELIGIUS DAN AKADEMIS DALAM MENGHADAPI MASALAH COVID-19” unggah Pak #I Dewa Agung.
Saya komentari, “Setuju Pak Dewa.🔸Urusan penyakit (karakteristik virus, penginfeksian, dan penyebarannya) dan prosedur penyembuhannya (pengobatan, treatmentnya, dll) kita ikuti ahlinya (virolog, farmasi, dokter, perawat).🔹Kebijakan penanganan komunitas (social & physical distancing, PSBB) kita ikuti yang punya otoritas, yakni aparat pemerintah.🔸Penyikapan spiritual, misalnya, doa dan takdir Tuhan, kita minta bersandar ke ahli agama masing masing-masing.”
Ternyata, menurut DEWA, dengan jawaban saya tersebut, saya berkategori “sepengetahuan” dengan DEWA, sebagaimana balasannya berikut ini. “Betul sekali…ternyata Prof. Dawud tahu dan dapat mendeskripsikan apa yg dimaksudkan oleh DEWA ….” 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *